Rabu, 29 November 2017

KOPI ICE CREAM ALA 'KEPUHUNAN'


Keterangan foto: Quality time bersama istri dan anak sulung yang sedang nengok kami di Surabaya


"LHO... kok dicampur," ujar seorang pemuda ke teman di sebelahnya. Si teman yang merasa ujaran itu mencampuri urusan orang, langsung mengatakan, "Itu style seseorang... kamu juga boleh punya gaya sendiri..."

Pemuda yang pertama tetap terheran-heran. Temannya dengan sabar menunggu orang yang dibicarakan menyelesaikan urusannya. Kebetulan... orang itu aku! Ya... aku yang nulis kisah ini.

Saat itu aku membawa secangkir kopi panas. Tidak benar-benar secangkir, tapi separonya saja. Kami sedang di depan bar ice cream. Ada macam-macam ice cream, di antaranya durian, kelapa muda, strowberry, coklat, mocca, dan beberapa lainnya.

Aku sedang menyendok ice cream coklat dan memasukkan ke dalam cangkir kopi. Karena sendoknya hanya satu, maka dua pemuda itu menunggu giliran. Dan muncullah percakapan tadi di antara keduanya.

Ketika aku berlalu, pemuda pertama menatap wajahku penuh keheranan. Aku cuek aja. Benar kata temannya, it's my style. Dan aku kembali ke meja untuk nyeruput kopi panas ice creamku.

Menu barukah? Oh... no. Ini cara agar tidak "kepuhunan". Orang Samarinda percaya, kalau ditawari sesuatu dan menolak, nanti di rumah bisa kepuhunan. Orang jawa bilang "ketok-ketok'en". Entahlah bahasa Indonesianya... (Sebangsa penasaran, menyesal --yang sangat-- karena tadi kok ngga mencicipi).

Nah... istriku sebelumnya nawari ice cream setelah lihat orang meja sebelah mengambil cukup menggiurkan. Padahal, aku batuk dan memang sejak beberapa waktu lalu menghindari yang dingin-dingin.

Toh aku ingat temanku, seorang barista yang memperkenalkan menu barunya: coffee ice cream. Cuma kopinya expresso, baru kemudian ditimpa ice cream. Look nice, tapi aku ngga sempat mencicipi karena waktu itu batuk akut.

Nah, malam itu tak ada rotan akarpun okay. Yang tersedia cuma kopi tubruk yang aku bisa membuatnya sendiri. Dari baunya, kopinya cukup berkelas. Secangkir kopi tanpa gula inilah yang kemudian aku campur ice cream.

Well... rasanya sangat okay. Aku benar-benar menikmati. Ice creamnya tak terlalu dingin karena aku menyuapnya dengan kopi panas. Nano-nano, hangat dingin gitu loh. Sendok demi sendok aku rasakan sampai sendokan terakhir.

"Enak Pa?" tanya anakku antusias. Aku mengangguk dan mempersilakan ia mengikuti langkahku. Rupanya ia juga enjoy dengan eksperimen itu. Buktinya, isi cangkirnya ludes. Bagiku, sungguh nikmat style-ku, dan aku pulang tanpa takut kepuhunan... (29:11:17)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar