Minggu, 22 Januari 2017

INTERMEZO: PASSWORD

CAFE Seven lagi rame siang itu.
 Jhon, si Joni tuh, lagi cari-cari pelayan untuk tanya password wi-fi. Ngga sabar iapun berdiri menuju kasir.
+ Mbak. Password-nya apa?
- Tanya teman saya (kata si mbak tanpa menoleh karena ia masih sibuk layani pelanggan).

Joni kembali ke tempat duduk sambil ngomel, 'ketus amat!'. Ketika ia sisipan ama pelayan, kembali ia tanya, "Mbak... password-nya apa?"

- Tanya teman saya (kata si pelayan sambil bergegas mengantar pesanan).

Duh! Joni masih bisa sabar. Tapi ketika ia duduk dan pesanan datang, Ia berteriak kencang: Hoi... Teman kamu yang mana? Aku sudah tanya dua teman kamu, dan kamu ini orang yang ketiga!

Si pelayan kaget dan bingung. Untung ada gadis centil duduk deket meja si Joni.

- Sttt... Coba om tulis di kolom password, "Tanya teman saya". Digandeng semua ya Om...
Tulisannya yang digandeng, bukan teman-teman Om... qiqiqi...

Glodag...

The End

WISATA PANCI

Aneh kan nama objek wisata di Taman Dayu, Pandaan, ini. Boleh percaya boleh tidak, tempat ini nyaris tak pernah sepi pengunjung, terutama di akhir pekan. Mereka datang bermobil, bahkan naik bus!

Lalu apa kekhususannya? Ya panci itu, bersama teman-temannya. Segala macam ukuran panci, berbagai macam fungsi, dari yang mini sampai yang jumbo.

Perlengkapan dapur lainnya baik dari kayu maupun logam juga tersedia, semuanya dengan harga miring. Rupanya, itulah yang menjadi daya tarik bagi pengunjung.

Ambilah contoh, satu set pisau dapur --terdiri atas lima ukuran yang berbeda, tertata pada dudukan kayu yang membuatnya rapi dan praktis-- harganya tak sampai Rp 50.000.

Pancinya sendiri dari harga Rp 5.000 hingga Rp 35.000-an, bergantung ukuran dan kualitas. Memang harus pandai-pandai memilih, sebab di balik harga murah ada cacat-cacat kecil yang kadang tak bermasalah.

Namanya harga murah, tetap saja menarik hati pengunjung. Kalau harus sibuk memilih, bukankah itu ciri khas pembelanja kita --cari murah dan bagus.

Kalau aku perhatikan, rata-rata pengunjung berada di sini sekitar satu jam. Pulangnya, selalu bawa tentengan. Maklumlah, ada sepuluhan kios yang menjual barang-barang berbeda.

Lalu... bagaimana mereka bisa jual panci-panci itu dengan harga banting? Rupanya, itu afkiran dari pabrik. Seperti tampak pada foto, drop-dropan barang baru datang dan dipilih para pedagang. Siapa cepat dia dapat, jadi milihnya macam mesin scanner gitulah.

Kalau teman-temannya panci, itu yang aku sulit menebak. Mengapa harganya miring, kualitasnya bagus. Bahkan ada pemanggang yang di TV ditawarkan Rp 500 ribu, di sini hanya dihargai separonya. Bukan barang bekas lho, masih segelan...

Lepas dari itu semua, yang membuat aku angkat topi, pancipun bisa jadi objek wisata. Mereka tidak sungkan memasang brand Wisata Panci! Dan sukses... (*)