Minggu, 23 Juli 2017

DAHLAN ISKAN: SAYANG KALAU ANDA TIDAK BACA SAMPAI TAMAT



Menggapai Surga:
■ LAUNCHING SEKALIGUS SILATURAHIM

MAKSUD hati launching novel terbaruku, "Menggapai Surga". Segala persiapan aku lakukan, mulai memilih siapa-siapa yang membedah novel ini, teman-teman yang akan aku undang, buku harus sudah siap, dan tentunya memesan tempat di Green House, Hotel Garden Palace.

Berkat bantuan kedua sohibku -- Ali Salim dan Yamin Akhmad-- kami menemukan figur-figur yang pas dalam membedah novel tersebut. Toto Sonata, wartawan dan pengamat seni, kita dapuk sebagai pembahas. Lalu Aqua Dwipayana, motivator nasional akan mengomentari motivasi-motivasi apa yang terkandung dalam Menggapai Surga.

Dahlan Iskan, mantan Menteri BUMN dan Big Boss Jawa Pos Group, kita pilih sebagai keynote speaker. Pilihan ini pas, sebab ternyata Dahlan penggemar novel. "Minimal saya baca satu novel dalam sebulan. Dan saya menganjurkan wartawan-wartawan muda untuk selalu menyukai novel," ujarnya saat bicara di depan mimbar.

Mengenai isi pertemuan yang berlangsung gayeng di tempat yang bernuansa alami itu aku tak akan banyak mengupas. Sebab sahabatku Amang Mawardi yang dalam seksi itu bertindak sebagai moderator handal, sudah menceritakannya lewat status di Facebook.

Demikian pula sohib-sohibku di Surabaya Post, Adriono Ono yang menulis panjang lebar di blognya, Moh Anis di web ngopibareng-nya, dan Yamin Akhmad di Facebook-nya.

Yang ingin aku ceritakan sekarang justru "bonus" dari launching ini, yang sejatinya lebih terasa dibandingkan acara yang sudah aku gadang-gadang sejak dua bulan sebelumnya. Apakah itu?

Silaturahim! Ya... silaturahim di sela-sela launching. Para undangan --yang umumnya sudah saling kenal-- seolah melepas rindu bertemu teman lama. Ada Jil Kalaran yang akan membangun stasiun televisi, ada Mep Yusron yang aktif sebagai motivator, atau Maria Andriana bersama suaminya, Eko Wienarto, yang hari-hari terakhir ini bermukim di Nusa Tenggara Timur.

Maria yang pernah berdinas di Jepang bukan orang baru bagiku. Kami pernah satu instansi di Kantor Berita Antara. Orang lama lainnya adalah Arifin BH, suami dari Tini Frida, dulu keduanya ngantor di Pos Kota. Masih banyak lainnya, semisal Hadiaman Santoso Djoko Pitono, Yousri Radja Agam, Herman Rivai.

Selain wartawan, terdapat kelompok Khalifah-10, yang juga memanfaatkan acara ini sebagai ajang silaturahim. Sebagian di antaranya, pernah menjadi tamu Aqua Dwipayana pada saat berkunjung ke Jogja. Di antaranya Moch. Fadil, Soesilo Marsidik, Sutan Kasidhal. Aqua pun tampak akrab tidak saja pada mereka yang bertemu di Jogja, tapi juga anggota Khalifah-10 seperti Saimi Saleh, Iwan Syafei, Dadya Indraksa, dan lainnya.

Yang tak kalah seru, ternyata banyak penggemar Dahlan Iskan --yang siang itu menyampaikan ulasannya dengan sangat mengesankan. Awalnya, Dahlan melontarkan sejumlah kritikan menyangkut Menggapai Surga. Bahkan mengira karya ini adalah catatan perjalanan seorang wartawan. Baru setelah sepertiga tebal buku lebih sedikit, ia mendapatkan kejutan-kejutan. Malah dugaan-dugaannya mengenai jalan cerita beberapa kali meleset.

"Terus terang awalnya saya bosan. Nyaris berhenti membacanya. Tapi karena bahasa dan alur ceritanya enak, dan tidak mengganggu, maka saya teruskan. Ternyata saya menemukan suspense-suspense sesudahnya. Setidaknya ada enam tujuh suspense. Dan tidak menyangka. Sampai akhirnya saya simpulkan, ini adalah sebuah novel yang bagus. Sdr. Yuleng adalah seorang jurnalis yang novelis. Sayang kalau Anda tidak membaca novel Menggapai Surga sampai tamat...," ujarnya.

Kembali ke soal silaturahim. Seusai diskusi, Dahlan Iskan banyak mendapat sapaan dari rekan yang sudah lama tak jumpa, atau bahkan mereka yang hanya mengenalnya melalui media tv atau koran. Dhus, di sela-sela makan siang, tak henti-henti Dahlan meladeni para undangan yang lain.

Ada yang langsung menyapa, ada yang memanfaatkan buku Menggapai Surga untuk ditandatangani agar yang bersangkutan bisa sedikit bicara dengan Dahlan Iskan. Yang tak kalah seru, sebentar-sebentar Dahlan harus berpose untuk foto selvie. Dengan sabar ia meladeni para tamu, termasuk mbak-mbak yang siang itu meladeni kami makan siang prasmanan di Green House.

"Pak Dahlan tampak enjoy... Biasanya, kalau dia tak berkenan, akan segera pergi begitu acara selesai," ujar Yamin Akhmad yang mendampingi mantan Direktur Utama PLN itu.

Aku sendiri ikut menemani Dahlan Iskan, sebentar mendampingi Aqua Dwipayana, mengobrol dengan Maria dan Eko, berpose dengan Ovy Noviardhyani, atau Erna Sungging, mendampingi makan Saimi Saleh, dan 'ha-ha-hi-hi' dengan tamu lainnya. Namun yang inti, mendapat ucapan selamat, dan menandatangani buku-buku yang disodorkan.

Pendek kata, launching dan silaturahim --atau silaturahim dan launching-- ini membuat aku bahagia. Bahagia karena bisa mengumpulkan para teman, dan bahagia karena semua yang hadir bahagia. Aku hanya terduduk ketika semua tamu pulang, sambil menyeruput secangkir kopi panas. (Yuleng Ben Tallar)

KETERANGAN FOTO: Aku dan Dahlan Iskan sibuk melayani permintaan tanda tangan pada buku Menggapai Surga dari para undangan. Foto-foto lainnya ada di bagian komentar status ini.

Kamis, 20 Juli 2017

MENGGAPAI SURGA NOVEL BENERAN


ngopibareng.id
DAHLAN ISKAN: MENGGAPAI SURGA ADALAH NOVEL BENERAN

Surabaya: Wartawan senior Surabaya Yuleng Ben Tallar hari Kamis (20/7) siang meluncurkan novelnya yang kelima, Menggapai Surga. Acara berlangsung di restoran Green House, Hotel Garden Palace Surabaya dalam format diskusi.

Lebih dari 50 orang hadir mengikuti acara ini, sebagian besar  wartawan. Maklum, yang tampil di depan untuk membedah novel Yuleng adalah tokoh wartawan masing-masing Dahlan Iskan (bos Jawa Pos Grup), Aqua Dwipayana (mantan  wartawan JP yang sekarang jadi motivator nasional) serta Toto Sonata, wartawan dan sastrawan. Sebagai moderator adalah Amang Mawardi.

Novel itu bercerita tentang dua tokoh yaitu Marce Marconna dan Abdul Qaidir. Hubungan keduanya sangat unik, saling membuntuti, mulai dari Surabaya, Kuala Lumpur, Mekkah  hingga Madinah di Arab Saudi. Nah dalam perjalanan itulah dialog dan konflik-konflik dibangun, dengan suka dan duka.

Bahkan menurut Toto Sonata, dirinya sampai menitikkan air mata ketika bacaannya sampai pada bagian tertentu.  “Saya menyebut Menggapai Surga adalah novel religi dan dakwah, bukan berarti menggurui kecuali penulisnya sangat berharap tokoh-tokohnya memperoleh kebajikan dan masuk surga,” katanya.

Aqua Dwipayana hadir sebagai pembahas karena dialah yang menurut Yuleng terus mendorong untuk terbitnya Menggapai Surga. Aqua sendiri juga sudah menulis 12 buku dan semuanya mencapai  best seller, terutama The Power of Silaturahim.

“Banyak nilai bisa diperoleh dalam novel  Yuleng, bukan cuma nilai agama seperti waktu Umroh, tapi juga ketika sang tokoh berurusan dengan petugas imigrasi. Novel ini sangat Islami. Dua hal yang saya catat dari Menggapai Surga ini yaitu mensyukuri apa yang kita peroleh, dan satunya selalu ikhlas,” kata Aqua.

Sementara Dahlan Iskan menyebut dirinya memiliki target setiap bulan membaca satu novel. Jadi bukan cuma buku umum, tapi juga novel. Saya selalu berpesan pada wartawan-wartawan muda, untuk menjadi penulis yang baik, bacalah novel.

“Ketika membaca Menggapai Surga saya tadinya tidak menyadari bahwa ini sebuah novel. Saya kira ini catatan jurnalistik seorang wartawan. Terus terang, ketika membaca sepertiga bagian pertama, saya sudah putus asa. Tetapi tetap saya lanjutkan membaca, dan kemudian setelah sepertiga bagian pertama itu saya menemukan sesuatu yang penting, yang menyadarkan bahwa saya ternyata membaca novel,”  kata Dahlan.

“Karena itu pesan saya kepada pembaca, jangan putus asa membaca novel ini. Selesaikan, Anda akan menemukan banyak hal yang menarik. Saya mencatat sedikitnya ada enam atau tujuh surprise dalam buku ini. Kesimpulan saya, Yuleng adalah seorang novelis. Imaginasinya kuat, dia jagoan. Itulah yang membuat saya akhirnya mengakui bahwa Menggapai Surga adalah novel beneran, bukan catatan perjalanan serorang wartawan,” jelasnya.

Acara bedah buku Menggapai Surga berlangsung sederhana tetapi berkelas. Hadir beberapa tokoh wartawan seangkatan Yuleng, antara lain Ali Salim, Hadiaman Santoso,  Yamin Ahmad, Yousri Raja Agam, Herman Rivai, Djoko Pitono, Jil Kalaran, Arifin BH dan beberapa yang lain.

Yuleng Ben Tallar, nama aslinya Syahrul Bakhtiar (64), terlahir dari keluarga seniman merangkap wartawan. Ayahnya, almarhum Wiwiek Hidajat adalah pelukis sekaligus pernah menjadi kepala perwakilan LKBN Antara. Istrinya, Lembah Setyowati Bakhtiar juga pelukis sekaligus anggota DPRD Kota Surabaya.

Karier kewartawanan Yuleng dimulai menjadi wartawan Majalah Aktuil tahun 1972, kemudian LKBN Antara, dan terakhir harian Surabaya Post. Sesekali dia juga melukis.

Sebelum Menggapai Surga terbit, dia telah menghasilkan empat novel yaitu Ngaruawahia (2010), Gadis Tiyingtali (2012), Cinta Retro (2013) dan The Newsroom (2014). Yuleng Ben Tallar  juga menulis beberapa biografi. (Moh. Anis)

https://www.ngopibareng.id/news/menggapai-surga-adalah-novel-beneran-3332502

KEPIAWAIAN PENULIS MEMBUAT NOVEL MENGGAPAI SURGA ENAK DIBACA


Adriono:

ADA orang bilang, buku adalah mahkota bagi penulisnya. Saya setuju dengan pendapat itu, meskipun terdengar agak lebay. Tetapi paling tidak, kelahiran sebuah buku pastilah akan membuat bangga sekaligus bahagia bagi penulisnya.

Dan saya melihat kebahagiaan itu terpancar pada wajah Mas Yuleng Ben Tallar, Kamis (20/7-17) siang tadi, pada saat launching novel terbarunya dengan judul “Menggapai Surga”. Sebuah kisah bernuansa religius ini merupakan novelnya yang kelima. Penulis senior ini, dulu, adalah Redaktur Pelaksana saya, waktu kami sama-sama tergabung di harian sore Surabaya Post.

Beliau terlihat dengan senang membubuhkan tanda tangan pada lembar awal novel yang disodorkan oleh penggemarnya. Gembira bercengkerama dengan puluhan kolega, kerabat, dan para wartawan senior yang hadir di Garden Palace Hotel, Surabaya. Termasuk melayani wawancara televisi lokal dengan antusias.

Sungguh siang itu menjadi silaturahim jasmani dan rohani yang bermutu. Novel Menggapai Surga dibedah oleh wartawan senior mas Toto Sonata, kemudian dilanjutkan dengan motivator nasional Aqua Dwipayana. Diskusi dipuncaki dengan ulasan dari Pak Dahlan Iskan.

Pak Dahlan memuji novel setebal 316 halaman ini. “Ternyata Saudara Yuleng ini seorang novelis. Novelis sungguhan. Imajinasinya kuat. Setidaknya ada enam atau tujuh suspense yang tak terduga dalam buku ini. Saya beberapa kali menebak-nebak alur ceritanya, tetapi ternyata keliru,” katanya.

Ditambahkan, awalnya gaya tutur novel ini mirip  karya jurnalistik, mirip sebuah laporan perjalanan. Tetapi secara perlahan unsur novelnya mulai muncul pada bagian tengah hingga akhir. Kepiawaian penulis dalam bercerita membuat novel ini mengalir demikian lancar dan enak dibaca.

Menyaksikan acara peluncuran yang gayeng itu, saya jadi ikutan terimbas bangga dan bahagia. Saya mengucapkan selamat dan sukses buat Mas Yuleng atas terbitnya “Menggapai Surga”, Insya Allah kelak benar-benar dapat menggapai surga. Aamiin.  Terus terang njenengan bikin iri: semakin senior kok ya semakin produktif.

Kegembiraan kian lengkap karena forum itu juga menjadi ajang reuni dengan teman-teman lama sesama awak media seperti Mas Anis, Mas Amang Mawardi (moderator), Pak Ali Salim, Mas Djoko Pitono Hadiputro, Jil Kalaran, Cak MEP Yusron, Pak Hadiaman, dan banyak lagi lainnya yang saya pangling dan tidak hafal.

Peluncuran buku, bertemu sahabat, dan  menikmati santap siang lezat di hotel berbintang adalah moment yang membahagiakan. Boleh jadi ini juga sebentuk upaya Menggapai Surga.(*)

(adrionomatabaru.blogspot.com)

MENGGAPAI SURGA: PUNYA IMAJINASI YANG KUAT


Oleh: Amang Mawardi

WARTAWAN, cepat atau lambat, akan pensiun dari tempat di mana dia bekerja. Tetapi sebagai person dia tidak pernah pensiun. Itulah hakikat wartawan sejati yang tidak akan berhenti menulis, sebagaimana dilakukan sejumlah rekan jurnalis, termasuk salah satu di antaranya Yuleng Ben Tallar.

Sejak pensiun sebagai redaktur pelaksana harian Surabaya Post sekian tahun lalu, saya mendengar Mas Yuleng meng-"konversi" dirinya dari seorang wartawan menjadi pengarang. Berubah haluan? Sebetulnya tidak begitu-begitu amat. Masih sama-sama di dunia kepenulisan. Bedanya yang pertama berobyek fakta, yang terakhir berkutat pada dunia imajinasi (meski dunia ini seringkali berkelindan, kawin-mawin, dengan dunia nyata/fakta).

Tetapi yang tidak saya duga-duga, yang saya pikir jurnalis yang seniman ini baru menghasilkan 2-3 judul novel, ternyata telah  5 judul novel yang ditulisnya.

"Menggapai Surga" adalah  novel kelimanya yang Kamis pagi/siang kemarin (20/7-17) diluncurkan dan didiskusikan di Garden Palace Hotel, Surabaya.

Bertindak sebagai pembahas wartawan senior dan pengamat budaya Toto Sonata, Dr Aqua Dwipayana motivator nasional, dan keynote speaker adalah Dahlan Iskan, tokoh pers nasional yang pernah menjabat Menteri BUMN.

Hadir sejumlah wartawan dan teman-teman pengarang novel ini, seperti Hadiaman Santoso, Moh Anis, Ali Salim, Yamin Akhmad, Djoko Pitono Hadiputro, Andika Adek, Silokrauf/ Soesilo Marsidik, Adriono Ono, Arifin BH, Mas Eko, Maria Andriana, Yousri Raja Agam, Jil Kalaran, Sutan Kasidhal, Iwan Syafii, Sunarko Surya, Mep Yusron,  dan masih sekian lagi. O ya, ada juga saya lihat Rizki Daniarto.

Novel setebal 308 halaman ini digambarkan Toto Sonata sebagai novel relijius tetapi tidak mendakwai. Menceritakan perjalanan umroh Marce Marcona yang "dikuntit" Abdul Qaidir dari Surabaya, Kuala Lumpur, Madinah, hingga Makkah.

Dr Aqua Dwipayana menyimpulkan sebagai novel yang menggambarkan pelakunya sebagai sosok-sosok yang penuh rasa syukur dan ikhlas.

"Semula saya mengira ini novel jurnalistik, ternyata novel beneran," tutur Dahlan Iskan. Yuleng memiliki imajinasi kuat untuk mengembangkan tingkah laku tokoh-tokohnya, tambah Dahlan.

Dalam sesi tanya jawab Arifin BH menggambarkan sosok Yuleng yang ekspresif. Sementara Maria  Andriana,  wartawati senior Antara yang antara lain pernah 4 tahun koresponden di Jepang, melukiskan "Menggapai Surya" begitu deskriptif. "Ditunggu karya berikutnya, Mas ..." ujar Maria yang santun.

Menarik gugatan Mas Eko, kenapa ya  di Surabaya belum muncul novel "subversif"? Atas pertanyaan ini, saya pun mbatin, "Bukankah karya-karya Budi Darma menggambarkan subversifitas yang acapkali meneror batin pembaca?". Namun demikian Mas Eko memuji novel ini sebagai novel misteri yang layak baca.

Menarik mendengar pesan Dr  Aqua Dwipayana yang telah menulis 15 judul buku ini yang rata-rata best seller jelang akhir acara yang ditujukan kepada audience, bahwa menulis-lah dengan batin yang kuat, insya Allah akan menghasilkan karya-karya berkualitas.

Sementara Yousri  menyarankan untuk selanjutnya jika ada acara semacam ini bisa mengundang wartawan dan penulis muda, agar yang senior bisa menularkan ilmunya. (Mungkin yang senior juga  perlu  belajar ke yunior ya, Pak Yous ...).

Sebagai pembicara beberapa kali telah saya lakukan. Tetapi sebagai moderator baru kali ini, di tengah badan nggreges lantaran sedang flu berat. (Yaopo Pak Toto, wis tepak opo durung aku dadi moderator?).

Go Ahead, Mas Yuleng  !
Maju terus, terus semangat !

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1463988390351474&id=100002209826190

BISA MENJADI OBAT


Oleh: Mep Yusron:

Dalam launching Novel mas Yuleng Ben Tallar Kamis (20/7-17) lalu saya ingin sampaikan perspektif lain soal buku. Tapi karena para senior pada berkesan pesan, saya memilih menyimak dan menyerap ilmu baru

Novel mas Yuleng dan kejelian Pak Dahlan saya lihat bukan sekadar menjadikan buku sebuah karya sastra, tetapi menulis bisa juga menjadi obat penyembuh bagi sakitnya mas Yuleng, dan sakit psikologis pak Dahlan akibat politik yang sedang menimpanya.

Sebagaimana Pak Habibie sembuh dari derita panjang ditinggal Bu Ainun, bisa terobati dengan menulis... maka Mas Yuleng tampak semakin sehat juga karena menulis Novel tiada henti... dan Pak Dahlan juga menulis menjadi penyeimbang dirinya

Jadi mari kita terus menulis dan menulis, karena menulis adalah obat yang tak bisa dibeli, karena menulis adalah alat kita menjadikan sakit sebagai sahabat yang tidak saling mengganggu, tapi justru salin membantu

Salam..

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=769470099890601&id=100004828537423

NOVEL MENGGAPAI SURGA MENGALIR ENAK DIBACA



Oleh: Yamin Akhmad

ADA hikmah luar biasa di balik status tahanan kota mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Hari-hari ini beliau sibuk melayani undangan menjadi pembicara atau menerima tamu yang datang dari berbagai kalangan di kediamannya di kawasan sakura regency.

Yang pernah berkunjung di antaranya Ketua MPR yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan, Gus Mus, Gus Ali, tokoh ormas, tokoh pemuda, dan yang paling baru kedatangan Menko Kemaritiman, Luhut B. Panjaitan, beberapa hari lalu.

Kamis (20/7-17) pagi kemarin, Dahlan menghadiri undangan bedah novel berjudul "Menggapai Surga" karya Bieb Yuleng Ben Tallar di Garden Palace Hotel.

Menurut Dahlan, minimal sebulan dia habiskan membaca satu novel. Sebut saja novel-novel berat dari penulis-penulis dunia sudah dilahapnya.

Tentang novel Menggapai Surga karya Mas Yuleng ini harus dibaca sampai selesai. Novel ini bagus. tetapi bacanya baru separuh masih belum "ngeh".

Kelebihan wartawan dalam menulis novel adalah bahasa yang mengalir enak dibaca. Penulis novel ini, Yuleng Ben Talar yang di akte kelahirannya tercatat Syachrul Bachtiar Hidayat adalah wartawan senior. Pernah menjadi kepala biro Kantor Berita ANTARA di Bali, dan kemudian menjadi petinggi harian sore Surabaya Post Surabaya.

Disamping Dahlan, pembahas lain adalah motivator nasional Aqua Dwipayana serta wartawan senior Toto Sonata, dan Amang Mawardi sebagai moderator.

Yang selalu mewarnai kehadiran boss Jawa Pos Group ini adalah permintaan untuk berfoto bersama. Bahkan waktunya bisa lebih lama dibanding acara intinya. Tapi mantan Dirut PLN itu tetap sabar melayani mereka.

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1897793573806287&id=100007269871593

INI YANG BIKIN SAYA IRI...




YAMIN  AKHMAD: Acara kemarin sangat berkualitas. Saya baru baca beberapa halaman, memang enak dibaca dan perlu...👍👍


MEP YUSRON: Semakin berkualitas karena mas Amang Mawardi yang pandu, dengan narasumber berkualitas.. Apalagi para senior hadir sebagai audince... Saya ingin meneruskan tradisi guyup ke generasi yang lebih muda.


ADRIONO: Seru. Kumpul dgn sesama penulis seperti ngecas baterai... Ikut bersemangat untuk bikin karya tulis. Sip pak Amang Mawardi.


AMANG MAWARDI I: Sepakat Mas Adriono Ono dengan kalimat yang sampeyan paparkan di atas tentang sosok mas Yuleng Ben Tallar.
Ini yang bikin saya kaget dan iri. Saya pikir setelah pensiun dari Surabaya Post mas Yuleng yang saya dengar "mengkonversi" profesinya menjadi seorang pengarang, baru menghasilkan 2-3 novel ternyata sudah 5 judul novel yang ditulisnya. Dan rata-rata relatif tebal.
Tabik berat, Mas Yuleng!
Buat Mas Adriono postingannya inspiratif. Keren!


AMANG MAWARDI II: Begitulah, Mbak Nunung Bakhtiar, mas Yuleng Ben Tallar telah pensiun sebagai wartawan yang bekerja pada institusi pers, tetapi tidak pensiun sebagai person.

Maka ketika Mbak Nunung bercerita bahwa novel Menggapai Surga ditulisnya ketika Mas Yuleng dalam kondisi sakit-sembuh-sakit-sembuh, di situlah kekaguman saya kepada mas Yuleng semakin bertambah-tambah.

Tentu saja saya juga kagum kepada mbak Nunung yang senantiasa mendampingi Mas Yuleng sepanjang 44 tahun dalam suka dan duka termasuk memberi dorongan untuk tetap mencintai profesi.

Wartawan cepat atau lambat akan menjalani pensiun secara kelembagaan. Tetapi secara person tidak akan pensiun. Itulah hakikat wartawan sejati, sebagaimana dilakukan mas Yuleng, di mana sejak pensiun dari Surabaya Post telah menghasilkan 5 judul novel.

Tabik berat, mas Yuleng !
Semoga bersama keluarga selalu kreatif bahagia sehat semangat!!!

TERPILIH SEBELAS BESAR DARI 209 KONTESTAN



• Menggapai Surga (2014) adalah novel kelima setelah Ngaruawahia, Gadis Tiyingtali, Cinta Retro, dan The Newsroom.

• Novel ini ikut INDIVA contest.
Dari 209 naskah (bukan 160), MS masuk dalam 40 besar, lalu tersaring dalam 11 besar. Pengumuman Oct '14, Menggapai Surga tidak terpilih.

• Awal 2015 akan diterbitkan, tapi penerbit minta dipersingkat dari 500 hlm. Re-write, menjadi 400-an, kemudian huruf diperkecil, menjadi 308 hlm.

• Nah... saat editing ini, saya kerap terharu. Berlinang air mata. Bukan sekali dua, tapi berulang kali. Itu sebabnya koreksi ngga kunjung selesai. WHO ARE YOU MARCE MARCONNA?

• Sampai pada suatu saat, persisnya 17 Feb '17. Pak Aqua Dwipayana, doktor komunikasi lulusan Unpad, penulis buku super best seller, The Power of Silaturahim, dan pernah berkiprah sebagai wartawan Suara Indonesia (group Jawa Pos) di Malang, membesuk saya di RS Graha Amerta.

• Kepada beliau saya berikan novel  Gadis Tiyingtali. Saya juga cerita mengenai novel Menggapai Surga yang nyaris menang di INDIVA contest.

• Saya ceritakan sinopsisnya. Ketika sampai pada Marce Marconna mengeluhkan penyakitnya... saya mbrebes mili. Mengalir air mata... Sampai saya minta maaf kepada Pak Aqua karena tak bisa meneruskan kata-kata...

• Saya lihat Pak Aqua tertegun. Tiba-tiba ia mengatakan, "Pak Yuleng harus terbitkan novel ini. Harus! (pakai tanda seru). Beliau serius menyemangati...

• Nah... sampai detik ini saya masih bertanya-tanya. Apa yang mendorong seorang Aqua menyemangati saya? Apa yang ada di pikirannya ketika itu? Ia mendorong karena melihat saya terharu sampai mengeluarkan air mata, atau karena saya tak kunjung bisa menerbitkan Menggapai Surga?

• Oleh sebab itu saya undang beliau siang ini untuk menjelaskan motivasinya. Dia kan motivator ulung! Ini penting, sebab semangat yang ia berikan tidak sekadar dorongan, tapi tanpa pamrih ikut membiayai penerbitan Menggapai Surga. Untuk itu saya ucapkan terima kasih.

• Mengenai Pak Dahlan Iskan, (saya tidak perlu jelaskan siapa beliau, semua tahu Pak DI adalah bos perusahahahaha-an).

• Beliau juga sudah membaca novel-novel saya, Gadis Tiyingtali dan The Newsroom. Beliau sempat bertanya, bagaimana saya berproses membuat novel-novel ini.

• Bahkan ketika saya cerita sedang ancang-ancang menerbitkan Menggapai Surga, beliau bertanya, "Ini surga sungguhan atau khayalan?"

• Pak Dahlan merupakan orang pertama yang membaca buku Menggapai Surga. Apa komentarnya? Ternyata singkat saja. "Bagus... Beberapa kali ikut berlinang air mata..."

• Kalau seorang Dahlan Iskan, seorang Yuleng --yang notabene penulis novel ini-- berlinang air mata, ada apa sebenarnya dengan Marce Marconna?

NGOPIBARENG: NOVEL SUNGGUHAN...


Kamis, 06 Juli 2017

LANSIA SILATURAHIM SAAT ORANG SIBUK KERJA


Keterangan foto: Berlima di kediaman Ali Salim, diabadikan oleh "wartawan cilik" Sechan Harun, cucu pertama tuan rumah, yang saat ini masih duduk di kelas 7.


PERJALANAN sehari kemarin cukup melelahkan. Awalnya, kedatangan sohib Yamin Achmad dari Khalifah-10 --kelompok pengajian kami.

Silaturahim selepas Lebaran, itu istilah keren sekarang. Dulu kita menyebutnya unjung-unjung. Atau halal bihalal kalau dilakukan dalam kelompok besar. Apapun istilahnya, maksudnya ya bertemu itu.

Kami ngobrol di teras depan, memberi kesempatan tamu menghirup oksigen dan kesejukan pepohonan. Ia mengomentari hunianku sebagai rumah desa di tengah kota.

Kami tidak berlama-lama sebab sebelumnya sudah sepakat akan melanjutkan silaturahim ke teman yang lain,  Iwan Syafei. Di perjalanan, kami bertemu rekan Toto Sonata.

Alhamdulillah, tuan rumah ada di tempat. Pertemuan gayeng dengan jamuan kurma Tunisia, lumpia hangat, semboja, dan entah apa lagi. Tentunya secangkir kopi panas.

Kami sempat salat lohor bersama dengan imam si tuan rumah. Setelah salat itulah kami pergi lagi dengan memboyong si imam ke rumah sahabat lainnya, Ali Salim.

Setelah melalui lorong panjang dan sejumlah belokan, sampai juga di hunian Ali yang bergaya mediteranian lengkap dengan tiga pohon palmnya.

Kami diterima di teras belakang dengan halaman yang luas. Silaturahim kali ini penuh canda, ditemani dua penganan yang berwarna sama: hitam!

Yang satu berasal dari negeri barat, black forest --empuk, kaya rasa, ada potongan buah plum, lezatlah pokoknya.

Satunya lagi agak ndeso, madu-mongso sebesar bola bekel, dikemas plastik kaca dengan pengikat warna warni. Manis dan agak kenyal-kenyal.

Tuan rumah menawarkan kopi dan teh, tapi aku meminta air putih, dan habis tiga gelas. Biasanya di rumah Ali aku dibuatkan kopi Arab yang istimewa. Kali inilah aku menolak karena sudah ngopi Kim Teng di rumah, dan ngopi lagi di tempat Iwan.

Selepas ashar --aku ngga ikut karena tadi sudah aku jamak-- kami berlima cari makan ke Delta Plaza --cikal bakal pertokoan modern di Surabaya.

Kali ini tuan rumahnya Yamin Achmad yang beberapa menit sebelumnya mendapat kabar seseorang baru saja mengirim uang ke rekeningnya.

Toto Sonata memilih Chicken Gordon Blue tapi mengganti french fried-nya dengan nasi, Iwan lebih suka nasi goreng teri Medan setelah tahu Yamin memilih nasi goreng pete, dan Ali merasa terlalu banyak dengan porsi nasi cap jay pesanannya. Aku sendiri menikmati favoritku, mie goreng seafood.

Makan siang yang terlambat tak menghambat obrolan kami. Ada saja yang kami bahas, tak terbatas soal agama. Kebetulan kami berempat orang pers, hanya Iwan saja yang pengusaha namun sudah sejak lama dekat dengan wartawan.

Tidak terasa, saat kami melangkah meninggalkan cafe, jam mendekati magrib. Kami buru-buru pulang atau mencari masjid, sebab musholla di plaza itu kami rasa kurang nyaman.

Setengah hari kami manfaatkan The Power of Silaturahim, di tengah kesibukan orang-orang lain bekerja. Alhamdulillah itu bisa kami lakukan karena kami adalah "pensionman", laskar tak berguna di negeri jiran, atau bahasa sininya pensiunan.
(06:07:17)

Minggu, 02 Juli 2017

PERSAHABATAN YANG TAK SENGAJA



Keterangan Foto: Empat jam di Cafesera. Tak ada habisnya bercerita.


BERAWAL dari launching novelku "Gadis Tiyingtali", di Resto Hari-Hari, pada 8 Februari 2013. Pada hari bertepatan ulang tahunku itu, aku mengundang teman-teman komunitas Old Surabaia, Paguyuban Arek Surabaya, teman-teman wartawan, dan kawan lama.

Nah, kebetulan ketiga teman lama ini tidak mengenal satupun tamu yang kuundang. Mereka juga tidak saling mengenal.

Henny (kiri) aku kenal pada tahun 1987-an, saat kita sering nonton bareng preview film-film yang hendak tayang di gedung bioskop Surabaya.

Emmy adalah istri sahabatku, almarhum Eriyanto (Ntok) Lasmono. Dulu kita sering bertemu saat masih sama-sama dinas di Denpasar, Bali.

Lina, yang paling muda di antara kami, yang sehari-hari ketika itu, trading bersama aku di bursa saham.

Sebagai tuan rumah, aku tidak ingin membuat ketiga tamuku ini celingak-celinguk sendirian pada acara tersebut. Jadi aku kenalkan satu sama lain, dan aku siapkan meja untuk mereka.

Tentu aku tidak bisa menemani mereka terus menerus karena tamu yang lain perlu aku sapa. Aku juga harus menandatangani puluhan buku. Mereka menginginkan tanda tangan langsung dari sang author.

Sesekali aku masih sambangi meja mereka, dan tampaknya gayeng-gayeng saja. Bahkan jelang acara selesai, "perteman-baruan" mereka tetap bertahan. Terus terang aku kagum dengan keadaan ini --teman-teman baikku bisa menjadi teman baik di antara mereka.

Dan dari launching buku inilah hubungan terus berlangsung. Awalnya janjian untuk ngobrol bareng di kafe. Lalu rutin buka puasa bersama. Hanya puasa kali ini yang terlewatkan, tapi masih ada halal bihalal kan. Maka kami kemarin bertemu melepas kangen.

Kita saling mendengar cerita. Henny sekarang sudah pensiun dari kantornya --sebuah lembaga keuangan asing. Emmy mengabarkan anaknya yang tempo hari menikah, sekarang sudah "isi".

Lina akhir-akhir ini sibuk sebagai ketua Kartini Perindo Jatim, dan minta pertimbangan kemungkinan menjadi calon legislatif.

Aku sendiri bercerita tentang proses pengobatan penyakit paruku yang kini mulai membaik. Henny dan Emmy sempat menjengukku saat aku masih parah-parahnya, dengan bobot turun 15kg!

Kami menghabiskan waktu empat jam untuk saling berbagi cerita. Rasanya masih terasa kurang, terlebih saat Lina memamerkan koleksi batiknya. Buntutnya, kita sepakat bertemu lagi pekan depan untuk "batik tour" ke Madura.

Semuanya ini aku ceritakan untuk menegaskan betapa indahnya suatu Silaturahim. Kecocokan satu sama lain bukanlah dibuat-buat, namun sebagai gift. Semoga persahabatan yang tak sengaja ini bisa terus mengisi hari-hari kami selanjutnya. (02:07:17)

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10208816916449678&id=1516544459


          Ada yang ngira, aku papa Lina...


     Selfie yang gagal, Emmy ngga terlihat...