Selasa, 21 November 2017

KENAL KORUPSI SEJAK SEKOLAH RAKYAT



PELAJARAN Pengetahuan Umum. Rupanya Bu Guru hendak menggelar suatu percobaan. Ia minta kami masing-masing membawa segenggam kacang tanah. Esok harus dikumpulkan di meja guru.

Ada yang bawa sebungkus. Ada yang sekitar satu ons. Ada yang sedikit lebih banyak. Tapi tidak ada yang benar-benar bawa segenggam, apalagi kurang dari segenggam. Aku sendiri stor secangkir --yang aku ambil dari stok Mak Ten, pembantu kami.

Besoknya lagi, Bu Guru membagikan kertas minyak ukuran 10 X 10 cm. Lalu ia keliling membawa setoples kacang tanah yang sudah digoreng. Dengan menggunakan sendok, ia taruh kacang goreng secukupnya di atas kertas kami masing-masing.

Setelah itu ia memberi tugas untuk menulis proses apa yang terjadi pada kertas yang diberi kacang goreng. Sesaat gaduh dengan argumentasi. Tak lama kemudian teman-teman mulai menulis, tentu dengan tekun...

Sementara aku? Justru lebih tertarik mengalkulasi berapa "nilai susut" yang terjadi --dari kacang tanah kemarin yang terkumpul, ke setoples kacang goreng. Hampir separonya! Lalu, kacang goreng yang tersisa di toples masih separo dari nilai awal.

Kesimpulanku: Pandai nian nih Bu Guru! Kita disuruh kumpulkan segenggam --yang tentu tak satupun yang benar-benar bawa segenggam. Hasilnya hampir dua toples. Satu toples digoreng, separonya yang dibagi. Dhus... setidaknya ia dapat 1,5 toples kacang gratis!

Itulah yang aku pikir dan alami saat masih duduk di bangku kelas 5 Sekolah Rakyat (1964). Aku belum tahu apa istilahnya, cuma sadar kalau kami diakali Bu Guru.

Aku tahu itu tindak "nakalan" (curang). Namun aku tidak berani mendiskusikan dengan teman-temanku yang saat itu sibuk mempelajari proses kacang membasahi kertas minyak.

Baru beberapa dekade kemudian aku tahu bahwa Bu Guru melakukan korupsi. Ia ambil keuntungan dari kami, murid-muridnya. Aku tidak dendam, malah berterima kasih. Paling tidak, sejak saat itu aku tahu apa itu korupsi! (21:11:17)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar