Artikel ringan, essai, seputar novel Gadis Tiyingtali, Cinta Retro, The Newsroom, Menggapai Surga, dan Ngaruawahia
Jumat, 27 Oktober 2017
SURABAYA RASA YOGYA, KITA JALAN-JALAN KULINER
Keterangan foto: Ngandok di Resto Catsy, bertemu pemiliknya, Son Andries dan Rina. Sebetulnya resto ini masuk rencana jalan-jalan kami, sayangnya si pemilik waktu itu keluar kota. Nah baru beberapa hari kemudian mampir kemari..., ya makan ya silaturahim.
SUDAH lama kami tidak plesiran. Aku sibuk dengan pemasaran buku, istriku tugas rutin yang nyaris tiada jedah. Kebetulan pekan keempat Oktober ia agak senggang. Jadi aku usul pergi ke luar kota barang tiga empat hari.
Awalnya dia pilih ke Bali. Aku ke Malang. Lalu dia ganti tujuan, Jember. Aku justru ke Yogya. Deal... Yogya nyaman untuk jalan-jalan. Kita bagi tugas. Aku cari hotel lewat online, dia cari tiket.
Namun entah mengapa, malam-malam aku berubah pikiran. Kalau hanya jalan-jalan dan cari kuliner, mengapa harus jauh-jauh? Di Surabaya masih banyak tempat yang belum kita jelajahi. Paginya aku usulkan itu, dia setuju. Yah... kita hunting tempat-tempat baru Kota Buaya.
Dhus, aku mulai bikin jadwal, dimulai Rabu. Sebab Selasa dia masih ada acara reses, seharian. Kita mau ke Landmark di Surabaya Barat, lihat Trans Studio. Malamnya nyambung ke G-Walk. Sepuluh tahun lebih kita tak pernah ke sana.
Kamis lihat pameran 8.000-an lukisan di Jatim Expo, lanjut ke Sidoarjo yang konon banyak tempat-tempat makan baru. Jumat ke Pakuwon City di Surabaya Timur, dinner bisa ke Layar atau Kafe Pisa. Tapi kalau ada tempat bagus di Pakuwon, bisa saja ngudap di sana.
Sabtu ambil yang santai-santai, nonton film di Grand City. Lengkaplah city tour pengganti acara ke Yogya, pikirku. Istriku setuju, malah antusias sekali. "Good job," pujinya.
Ketika saatnya tiba, mendadak rencana berantakan. Hari Rabu, istriku dapat undangan sebagai narasumber. Tidak tanggung-tanggung, di tiga tempat yang berjauhan --Pawiyatan (Bubutan), Kendangsari, dan Balai Pemuda. Sejak pagi hingga usai magrib dengan jedah sebentar saat azhar.
Toh dia sempatkan pergi bersama malam harinya, sebagai penanda "Day One" plesiran. Kami menuju Marvell City, di jantung kota. Itu tuh bangunan yang lama mangkrak di seberang sungai Ngagel. Sekarang jadi mall yang cukup asyik dikunjungi.
Sebenarnya kami sudah beberapa kali ke sana. Namun aku baru dengar ada foodcourt di lantai atas. Tempat itulah yang kami tuju. Toh tak bisa lama-lama sebab tentunya istriku capai setelah seharian padat acara.
Ternyata benar, tempat makan ini bersuasana cozy, dengan lampu temaram. Terdapat 40-an gerai makanan. Ada sudut-sudut tempat duduk yang bisa melihat keluar, dengan pemandangan jembatan bungkuk menyeberang sungai Ngagel. Tampak indah malam itu.
Sejumlah pengunjung punya keasyikan tersendiri. Yang pacaran, misalnya, tanpa peduli orang lalu-lalang di seputarnya. Seorang gadis asyik dengan laptopnya, sambil kepala geleng-geleng ikuti irama musik lewat headphone-nya. Atau sekelompok remaja bercanda di meja sudut ruang.
Aku hanya ingin makan ringan, memilih mie goreng seafood. Istriku order es campur. Ternyata porsi mienya banyak banget sehingga hanya habis separo. Sisanya dibungkus bawa pulang. Kami juga bawa buah tangan martabak yang ternyata rasanya masih kalah dengan yang di pinggir jalan dekat rumah.
Ketika kami sudah di tempat tidur, aku nyeletuk... "Suasana hotel ini kayak di rumah kita ya." Istriku erat merangkul sambil menjawab, "tempat tidur rumah sing ada lawan..." Kami tertawa, good night sayang...
SILATURAHIM
Hari kedua kami agak santai. Berangkat siangan setelah cukup istirahat. Arahnya ke Selatan, tapi kami ubah tujuan. Tidak ke pameran lukisan --yang aku pikir akan menguras tenaga-- namun ke rumah mbak Nana Tommy di Rungkut Asri.
Hubungan kami dengan keluarga Tommy sudah seperti saudara. Mbak Nanalah yang mendorong aku untuk menulis buku pada saat semangatku berada di titik nadir. Dia yang mengenalkan aku dengan Prof. Dr. dr. Roem Soedoko, Sp.PA (K) untuk menulis otobiografinya, "Queen of Cancer Control". (Selasar Surabaya Publishing, 2012).
Sudah lama tak jumpa dengannya. Kami ngobrol ngalor-ngidul. Sambil makan rujak cingur. Juga aneka buah-buahan. Dan tentu saja kopi tubruk tanpa gula sebagai penutup. Tiga jam bertemu menghapus rindu sejak tiga bulan silam.
Sepulang dari sini, masih ada waktu mampir Pawon Cabe yang terletak di seberang perumahan Araya. Menu makanan rumahan. Tempatnya tak terlalu ramai. Dan yang terpenting, tempat parkir cukup luas. Aku menikmati lele penyet dan sayur asam, istriku memilih sup iga dan es campur. Satu jam lebih kami di sini, dan meluncur pulang saat adhan magrib berkumandang.
Jumat acara bebas buat kami. Istriku ziarah ke makam pahlawan dalam kaitan HUT Partai Golkar, lanjut acara tumpengan dan pertemuan partai secara terbatas. Aku Jumatan di Tunjungan Plaza 2 bersama sohib Ali Salim, lanjut maksi dan ngopi.
Malam kita kembali bertemu, dan melanjutkan acara kuliner. Kali ini makan dimsum di MERR, hanya seperempat jam perjalanan dari hunian kami. Nama rumah makannya "Mbledos", dan perut kami nyaris 'mbledos' gara-gara kebanyakan porsi yang kita santap. Terutama cakar ayamnya yang memang yummy.
Esoknya aku istirahat seharian di rumah. Aku harus benar-benar disiplin dengan kondisi staminaku. Istriku pergi ke studio untuk foto bersama mempersiapkan kalender 2018. Lalu rapat sebentar, lanjut ke pameran 8.000 lukisan di Jatim Expo. Ia melebur dengan komunitasnya.
ALL YOU CAN EAT
Baru malam hari kita kembali pergi bersama untuk dinner malam panjang. Kami ingin santai dan memilih makanan (dan memasaknya) sesuai dengan selera. Maka kami pergi ke Cocari Resto. Tempatnya baru, terletak di Jl. Sriwijaya. Kami mendapat tempat duduk di tengah, memudahkan untuk mengambil bahan yang hendak kita masak.
Sebagai pembuka, aku ambil salad yang kombinasinya tersedia cukup lengkap. Aku memilih kentang beroles mayonise, bawang bombay, lettuce, daun pasley, tomat cherry, dan potongan nanas yang sangat manis. Dressing-nya aku campurkan thousand island.
Istriku lebih suka mengambil sushi dan minta dibikinin beef teriyaki. Ia ambil sedikit salad sebagai pelengkap. Kami tidak perlu terburu-buru menyelesaikan makanan pembuka sebab ada beberapa hal yang perlu kami obrolkan.
Kami pun tidak kemaruk. Ambil secukupnya saja untuk dihabiskan. Termasuk makanan utamanya. Kita sepakat ambil sendiri-sendiri supaya tahu selera, sekalian kemampuan perut masing-masing.
Aku memilih beef black pepper, ayam, udang, ikan laut dan sedikit tiram batik. Semuanya itu untuk dimasak barbeque. Pilihan istriku hanya tiga: beef, ayam, dan ikan. Ia alergi udang. Kita grill bersama sambil ngobrol santai.
Sementara kami belum menyelesaikan hidangan, anak muda di sebelah kami sudah menghabiskan tiga piring daging dalam ukuran ekstra banyak. Ya ngga apa-apa, mereka masih muda dan kuat-kuatnya makan. Asal tidak ada yang tersisa percuma.
Untuk minumnya, aku sedikit bereksperimen. Teh celup panas aku tuang di gelas seukuran 2/3, lalu aku tambahkan jus jeruk manis dingin. Hasilnya lemon tea hangat, dengan kemanisan yang cukup (jus jeruk itu ternyata sangat manis). Harap maklum, selama ini aku menghindari minuman dingin.
Hampir dua setengah jam kami menghabiskan malam Minggu di tempat ini, namun kurang dari separo hidangan yang tersedia yang kami ambil. Walau All You Can Eat, kami masih ingat sabda Kanjeng Rasul, "Makanlah selagi lapar, berhentilah sebelum kenyang." Alhamdulillah...
THE LAST DAY
Sebenarnya kita sudah sepakat hari Minggu istirahat di rumah saja. Entah mengapa, siang-siang ingin ke rumah adikku di Manyar Jaya. Sekalian makan siang. Jadi selepas dhuhur kamipun berangkat.
Tak jauh dari rumah adik ada steak house, Bon Ami. Nanti dari sana kami telepon dia, siapa tahu mau bergabung atau ingin dibawain sesuatu. Di perjalanan, terbersit pikiran jangan-jangan resto yang kami tuju tutup. Padahal perut sudah lapar-laparnya.
Ternyata benar. Bangunannya sedang direnovasi. Terpaksalah cari tempat lain kira-kira dua tiga km arah balik ke rumah. Sebenarnya banyak pilihan, tapi kami ke yang quick service aja. Primarasa Ayam Bakar.
Kami memilih gurami bakar, sambal pencit, tumis gingseng, dan sayur asam. Yummy semua, sayangnya terganggu dengan suara ribut anak-anak. Rupanya, orang tuanya kurang melihat dunia, mereka diam saja memandang anak-anaknya teriak tak karuan.
Kami menyegerakan makan siang yang terganggu. Dan buru-buru ke tempat adik. Alhamdulillah, bad mood tergantikan hidangan kopi Aceh Gayo. Tempat kerjanya lagi meluncurkan produk terbaru yang di-branded "Premium coffee of Indonesia", yang 100% biji kopi Arabica.
Beberapa jam kemudian di rumah, kita flash back jalan-jalan sepekan ini. Dua kali silaturahim, mencicipi kudapan yang paling murah hingga mahal, dari masakan rumahan, penyetan, Chinese food, European hingga Japanese. Walaupun meleset dari rencana semula, namun kami mensyukuri bisa menikmati jalan-jalan penghibur hati.
"Nice trip," ujar istriku menjelang tidur. "Thank you, darling, ujarnya kemudian." Aku menimpali, "Tentu biayanya lebih murah daripada kalau kita pergi Yogya. Tak apalah... kali ini 'Surabaya rasa Yogya...' ya..."
Kami tertawa sebelum benar-benar tertidur... (27:10:17)
(Catatan: Maaf... kali ini agak panjang. Aku hanya ingin berbagi, plesir berdua pasangan tak harus jauh dan mahal. Yang penting semangat kebersamaan. Selamat menjalin kebersamaan dengan pasangan masing-masing)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar