Selasa, 10 Oktober 2017

NENEK-NENEK TAPI TAMPAK MUDA



AKU memanggilnya Yuk An. Entah nama panjangnya. Dia dulu tetanggaku, persis di kiri rumah. Bagi kami, Yuk An bukanlah orang lain. Apa yang ia masak --dan baunya nyampai ke rumah-- aku selalu kebagian. Maklum aku suka teriak dari balik pagar, "Masak apa Yuk..."

Anak-anaknya juga familiar dengan kami. Tak sungkan-sungkan memanen buah sawo yang pohonnya mepet ke atap rumahnya. Dari kamar tidurku aku bisa melihat mereka menghitung hasil jarahannya... ha-ha-ha.

Siang tadi Yuk An datang ke rumah dan langsung masuk ke ruang tamu yang pintunya sengaja aku biarkan terbuka. Aku bekerja di ruang tamu sebelah, dan kaget dengar suara, "Assalamualaikum... mau minta makan..."

Subhanallah... Aku berlari menyambutnya, mencium tangannya. Nenek ini masih tampak segar, dengan suara yang tetap lantang. Ya... nenek, walau aku memanggilnya Yuk. Cucunya lebih dari sepuluh (tadi ia menyebut tapi aku lupa). Dan cicitnya, tiga!

Dalam usia 80-an, kerap orang mengira ia masih 60-an. Dan alhamdulillah... ketika siang tadi aku foto bersamanya, wajahku juga menjadi jauh lebih muda (hehehe... maksain ye...)

Tentu aku gembira disambangi Yuk An. Tapi juga sedih mendengar cerita tentang kepergian Zon Dasoma, anak ragilnya. Zon pernah ikut aku kerja di Surabaya Post sebagai art designer.

Kehadiran Yuk An di Surabaya dalam kaitan pulang dari Jakarta ke Mataram. Ia sempat-sempatkan mampir rumahku --aku terbilang yang termuda yang ia kenal di kompleksku-- dan ke rumah Ibu Oemijono, yang paling sepuh di sini.

Aku salut dengan semangat silaturahimnya... dan mungkin itu yang membuatnya tampak tetap muda, dan seger waras... Terima kasih Yuk An... siang yang membahagiakanku... (10:10:17)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar