Jumat, 13 Oktober 2017

PRAY, EAT AND NGOPI


Keterangan foto: Suasana masjid baru yang cozy, nyaman untuk Jumatan maupun shalat fardhu.

TERNYATA Tunjungan Plaza luas banget. Setidaknya untuk ukuran dua kakek yang sedang bermuhibah ke mall di tengah kota Surabaya itu.

Dengan menggunakan city car, mereka dengan mudah menemukan tempat parkir di Tunjungan Plaza (selanjutnya kita sebut TP) 2. Dari tempat parkir langsung masuk mall, persis di lantai tempat Masjid Attawwabun berada.

Adzan baru saja dikumandangkan, jemaah di dalam sudah ber-shaf-shaf. Beruntung dua kakek ini mendapat tempat di shaf ketiga, di bagian paling ujung kanan. Agak jauh posisinya dari pintu masuk.

Terlambat sedikit, bakalan dapat shaf belakang. Shalat Jumat kali ini bukan main. Full house. Padahal masjidnya yang bersih dan dingin, dengan sound system yang bagus, cukup luas. Kira-kira bisa menampung 500-an orang.

Masjid ini relatif baru, menggantikan peran mushala yang terletak di lantai parkir paling atas di TP-3. Mushala lama dianggap terlalu kecil dan tidak representatif dibanding kemegahan kompleks Tunjungan Plaza. Bahkan ada yang mencibir, "masak mau bertemu Tuhan harus ke tempat parkir."

Sebagai gambaran, beberapa mall di Surabaya sudah terlebih dahulu menyiapkan mushala/masjid yang cukup bagus. Grand City bahkan memenangkan beberapa kali mushala terbaik. Royal Plaza juga membangun masjid dalam arti yang sesungguhnya kendati berada di zona parkir.

Usai shalat Jumat, mereka tak segera berlalu. Masih mampir lobi masjid, untuk minum dan bertemu Arifin BH, teman sejawat. Ia sedang mengantar tetangganya yang sudah sepuh, yang konon ingin merasakan shalat di Attawwabun. Tindakan yang cukup terpuji.


TAKUT KOLESTROL

Baru setelah lobi itu lengang, dan jemaah wanita berdatangan untuk shalat Dhuhur, kedua kakek ini beranjak ke TP-3. Tujuannya American Grill yang tempo hari tutup karena lokasinya direnovasi.

Ternyata blok itu sekarang dipakai sebuah Department Store. Tidak hanya American Grill, resto-resto lain di sekitarnya benar-benar tergusur. Mereka putuskan mencari XO Suki. Untuk menghemat waktu, bertanya ke Meja Penerangan.

Ternyata lokasinya di TP-4, lantai 5. Padahal mereka berada di Ground Floor TP-3. Wanita di Meja Penerangan menyarankan menggunakan lift saja, sambil menunjuk lokasinya. Rupanya ia bersimpati terhadap kedua kakek ini.

Dari pintu lift lantai 5, masih cukup jauh berjalan menuju resto tersebut. Tak apalah, mereka berdua ingin Peking Duck yang tersaji bersama mie lembut. Ada kuahnya yang cukup lezat, tapi bumbu taoco justru menambah semangat mengunyah daging bebek yang empuk itu.

Di sini, anggota jalan-jalan bertambah seorang. Anak muda yang awalnya janjian di masjid Attawwabun. Sayangnya, sisipan dan tidak bertemu. Toh akhirnya bergabung, tapi karena takut kolestrol ia memilih daging ayam. Si kakek terkekeh karena kolestrol baginya bukan masalah.

Dari sini mereka berpindah tempat, berniat ngopi. Mereka menemukan kedai yang cukup nyaman di TP-1, cukup jauh dari tempat makan namun mendekati tempat parkir.

Oya... rata-rata tempat ngopi memberi previllege bagi perokok. Tersedia ruang lebih luas berdinding kaca. Sementara yang non-rokok, cukuplah di serambi bercampur lalu lalang orang di mall. Duh banget!

Sementara yang mereka datangi masih lebih sopan. Justru bagi perokok cukuplah "akuarium" kecil di ujung ruang. Sementara yang lebih luas dan terbuka berada di bagian depan untuk tamu umum.

Pesanan black coffee segera terhidang. Begitu pula capucino latte. Sayang ketela kejunya sold out. Sebagai gantinya kentang keju. Mereka bicara tentang tren penerbitan dan masa depan toko buku. Maklum sang kakek seorang author, si anak muda bergerak di bidang penerbitan.

Ketika kakek tua kembali bergabung --dia tadi izin bertemu seseorang sebentar-- topik pembicaraan lain lagi. Soal berita yang dimuat di koran akhir-akhir ini. Juga tren kembalinya suratkabar dalam format yang lebih kecil di luar negeri. Konon tren ini nanti juga masuk Indonesia.

Tak terasa jarum jam menunjukkan angka lima. Si anak muda sudah dua jam lalu pamit. Si kakek tua mengajak pulang. Sementara si kakek muda mengingatkan, waktunya nanggung --sebentar lagi magrib dan tentu di luar sana macet.

Karena si kakek tua bersikeras kepala, yang muda bertoleransi. Benar, begitu keluar Tunjungan Plaza, jalanan macet. Mengular di lajur kanan, dan berhenti di ujungnya. Kakek muda lebih suka mengambil jalan memutar yang terasa lebih lengang.

Magrib baru saja datang mereka masih di jalan. Jangan-jangan masuk isya barulah sampai tujuan --yang jaraknya cuma 7km. Lalu lintas sore itu memang padat-padatnya. Di tengah merambatnya kendaraan, si tua mengaku, "feeling Anda benar. Mestinya tadi Anda bertahan pada argumentasi," ujarnya bernada membela diri.

"Aku hanya bertoleransi pada kawan, walau kemauannya ngga bener-bener amat," ujar si muda sambil tersenyum. Keduanya lantas tertawa... kedua kakek menikmati Jumat indah, antara ibadah dan hangout... (13:10:17)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar