Minggu, 11 Februari 2018

KAKEK-KAKEK MINTA PLESIR


Keterangan foto: Dari kiri Aki Yuleng, E'e Yamin, Buya Yunus dan Datuk Ali. Segitu banyakkah durian yang dihabiskan? Ah... itu hanya acting. Mana tahan mereka melahap sebegitu banyak...


INI kisah tentang empat kakek yang doyan plesir. Kemana saja, asal bisa menyenangkan hati. Kali ini bareng-bareng pergi makan siang, cari durian, dan menikmati hawa sejuk pegunungan.

Supaya semuanya berjalan lancar, salah satu di antara mereka ditunjuk menjadi tour leader yang mengatur perjalanan ---yang diawali shalat dhuha di Masjid Agung Al Akbar, Surabaya.

Maka Datuk Ali menentukan jadwal, dan mulai mengemudi Mazda 3 yang relatif masih gres melaju menuju Krian melalui jalan tol yang baru diresmikan Presiden Jokowi.

Yang dituju Depot Melati, terletak di jalan utama lama yang membelah kota Krian. Lokasinya persis di antara masjid dan Indomaret, tak jauh dari lampu bangjo (abang ijo/traffic light), sebelah kanan jalan kalau dari arah Surabaya.

Jauh-jauh demi sop buntut? Nanti dulu. Dengar penjelasanku. Dagingnya prul, mudah lepas dari tulang. Warnanya kemerahan, terasa renyah di mulut. Kuahnya sarat rempah. Saking sedapnya, sayang kalau menyisakan walau hanya sesendok.

Jadi aku agak uring-uringan waktu Buya Yunus mengurangi porsiku. Terutama hendak menguras kuahnya. Justru kuah itu yang unforgettable! Pikirku, mengapa ia tidak pesan sendiri saja?

Catat! Ini keanehan tersendiri. Hanya aku dan Datuk Ali yang pesan nasi plus sop buntut. E'e Yamin hanya menyendoki apokad. Buya Yunus awalnya asyik merokok.

Waktu aku minta piring kosong karena nasi yg tersaji kebanyakan, ternyata Datuk Ali juga merasakan hal sama. Jadi sebenarnya kita cukup satu porsi nasi untuk berdua.

Lalu kemana seporsi nasi sisa itu? Nah Buya Yunus mengambilnya. Lalu ambil pula sop dari aku, juga dari Datuk Ali. Ini yang membuat geregetan. Walaupun maksud Buya Yunus, supaya nasi tidak mubasir.

Tapi mengapa tidak pesan sop sendiri? Aneh kan? Katanya acara makan bareng-bareng. Dan aneh lainnya... saat kita mendekati tempat perburuan durian satu jam kemudian, E'e Yamin minta berhenti di rumah makan.

Si sopir pura-pura tidak mendengar. Untung di dekat tempat andok durian, ada warung makan. E'e Yamin makan siang sendirian, sementara tiga kakek lainnya pesta durian.

SEPATU MELAYANG

Antara perjalanan Krian-Trawas, kita mampir di masjid, hanya beberapa menit sesudah adzan dhuhur. Halaman masjid basah akibat hujan beberapa waktu sebelumnya. Agak repot sebab tempat wudhu terpisah dari masjid.

Seusai shalat, aku lihat Ami Ali mencari sesuatu sekeliling masjid. Rupanya ia kehilangan sepatu yang tadi diamankan dari kemungkinan hujan susulan. Takmir masjid ikut membantu. Hasilnya nihil. Beruntung takmir berbaik hati, memberi Datuk Ali sandal bekas.

Dalam hati aku membatin. Apa ada kaitannya dengan cerita di Masjid Agung selepas dhuha tadi ya? Datuk Ali ketika itu antusias bercerita kepadaku bahwa ia melihat seorang pria yang tindak tanduknya mencurigakan.

"Dia taruh motornya di sana. Lalu ia naik ke masjid... ke arah deretan sandal sepatu jemaah. Aku lihatin saja. Mungkin karena dia lihat aku, tak jadi mengambil. Dia kembali ke motor, dan ngeloyor pergi," ceritanya dengan bumbu dramatisasi.

Aku tidak komentar. Sama tidak komentarnya waktu sepatu Datuk Ali melayang. E'e Yamin saja yang membesarkan hati temannya. Meski sepatu itu tetaplah tak kembali. Sepintas aku dengar Datuk Ali menggerutu. "Ini yang kedua. Dulu Kickers yang hilang. Beli merek sama sebagai pengganti, eh hilang juga..."

TERTUSUK DURI

Makan durian di ujung Trawas punya sensasi tersendiri. Warung Bu Dum terletak di tepi hutan pinus. Temperatur sekitar 22°C. Namun dengan angin spoi, makin menggigilkan tubuh.

Kita berempat hanya menghabiskan tiga durian. Sunnah rasul, berhentilah sebelum kenyang. Sebab kita juga takut kolesterol. Juga ngga mau mabuk durian. Untuk penghangat, kita minum kopi hitam tanpa gula.

Duriannya memang jempol. Dari Trawas? Bukan! Durian Trawas yang bulat kecil-kecil dengan daging warna kuning, masih nangkring di pohon. Dua tiga minggu lagi barulah panen.

Lalu... ratusan durian ini dari mana? Impor dari Pasuruan. Yang terkenal dari Puspo dan sekitarnya. Juga sedikit dari Purwodadi. Bentuknya bulat lonjong dengan warna kehijauan. Asyik juga untuk foto selfie.

Buya Yunus usul foto di atas tumpukan durian. Aku bilang, di bawah saja. Rupanya ia terinspirasi E'e Yamin yang sebelumnya foto sambil duduk di atas durian. Aku bilang, pamali! Ngga ilok. Itu kan dagangan orang.

Akhirnya Buya Yunus yang sudah telanjur duduk, mau juga mendengar omonganku. Tapi terlambat... waktu hendak mengangkat pantat dengan bantuan tangan menekan alas, ia ngga sadar itu durian. Ya tertusuk duri lah tangannya. Ia tidak mengaduh, tapi meringis untuk beberapa saat...

KEPULAN KUPANG

Dalam perjalanan turun ke Pandaan, aku teringat ada kupang lontong enak di depan Taman Chandra Wilwatikta. Mereka ternyata belum pernah mencoba. Warung yang tak terlalu luas itu full house. Aku pesan saja, sebab tahu ngga bakal lama menunggu orang selesai makan.

Ternyata hanya aku dan Datuk Ali yang pesan. Lainnya kurang minat, mungkin karena takut bakal lama menunggu. Memang lontong kupang perlu diracik. Sedikit makan waktu. Sekitar 10 menit setelah kita dapat tempat duduk, hidangan disajikan.

Asapnya mengepul, aromanya sedap. Rupanya E'e Yamin tertarik. Segera saja ia pesan. Pelayannya bengong, sebab masih banyak langganan lainnya yang antre. Rupanya bijak juga, tak lama kemudian pesanan susulan terhidang. Dan segera saja ludes.

Tak jauh dari warung kupang, kita mampir masjid. Waktu ashar tiba. E'e Yamin dan Buya Yunus shalat. Aku dan Datuk Ali buka internet. Memang mashab kita beda. Kami berdua sudah menjamak shalat di masjid pertama.

Kalau berangkat tadi kita lewat tol Waru-Krian, kini saatnya lewat tol padat Pandaan-Waru. Baru masuk tol, E'e Yamin usul berhenti sebentar untuk foto bersama di tepi tol. Tentu maksud hati ditolak mentah-mentah sama si sopir.

Kendati E'e Yamin serius menginginkan, kami jalan terus. Kebayang enggak kalau ada yang lapor di Radio Suara Surabaya: Ada empat kakek-kakek selfie di tol. Lengkap dengan foto kita terpampang di online-nya. Malunya itu lho...

Alhamdulillah... walau keinginan keempat kakek ngga sama semua, toh perjalanan sehari itu sangat menyenangkan. Untungnya, leader-nya kami sendiri. Jika ada tour leader profesional, tentu akan geleng kepala mengatur rewelnya para lansia ini. (11:02:18)


DURIAN dari Pasuruan. Harga Rp 40K, garansi rasa. Ngga enak jangan ambil, enak sikat habis. Nafsunya besar, tapi lima biji masuk mulut sudah kekenyangan. Maklum aki-aki...



3 komentar: