Kamis, 08 Juni 2017

TIMBALAH ILMU HINGGA KE NEGERI ORANG


NUNUNG BAKHTIAR

AKU masih sangat muda ketika menikah dulu. Dan pada usia muda itu pula aku memberi kesempatan istriku untuk melihat dunia.

Karena aku tidak bisa meninggalkan kantor sembarangan, maka aku anjurkan dia mencari teman bepergian.

Kebetulan ada Tante Suryadharma --teman arisannya-- mengajak jalan bareng ke Singapura. Karena aku juga kenal beliau, maka aku titip-titipkan.

Mengapa ke luar negeri aku pikir penting pada saat itu? Memang penting, sebab dengan tahu negeri orang maka bertambahlah wawasannya.

Aku sudah membuktikan karena pernah tinggal di negeri orang untuk beberapa tahun. Kebetulan orientasi negeri itu lebih condong ke Amerika Serikat. Dhus aku bisa tahu pula warna Amerika di negeri Asia.

Apa dampak dorongan ke istriku itu kemudian? Ia lebih percaya diri. Self confidence-nya lebih mantap. Kepergiannya yang pertama disusul kepergian-kepergian lainnya. Baik in-group maupun sendiri.

Dan itu semua tanpa dampinganku. Sebab, lagi-lagi aku tidak mungkin meninggalkan kerjaan begitu saja. Sementara kalau aku ke luar negeri, tak mungkin mengajaknya. Juga karena kepergianku untuk urusan pekerjaan semata.

Kami baru sempat pergi berduaan 23 tahun kemudian. Itupun berkaitan dengan ibadah haji. Selama 35 hari kami berada di Arab Saudi.

Namun ada saja yang mengkritik jalan pikiranku. Apa tidak takut kesempatan itu disalahgunakan? Aku sempat tercenung. Apalagi kritikan itu datang pada saat awal-awal dulu. Saat usia kami masih relatif muda.

Namun aku tetap yakin manfaat lebih banyak dari mudarat. Soal penyalahgunaan tak harus ke luar negeri kan, kalau watak sudah buruk di dalam negeri pun bisa, pikirku.

Yang jelas apa yang kami tempuh dulu, ada manfaat setelahnya. Istriku tak gagap negeri orang. Ngga kagetan, ngga shock-culture, ngga nggumunan, merasa biasa saja berhadapan dengan orang asing.

Kemandiriannya di negeri orang bahkan melebihi diriku. Mungkin karena dulu aku selalu dilayani, baik oleh petugas travel atau pejabat-pejabat di luar sana yang mengundangku. Sementara dia jalan sendiri.

Sekarang, dia justru ke luar negeri dengan fasilitas seperti aku dahulu. Bahkan boleh jadi lebih dari itu. Aku bangga. Sesuatu yang mungkin tidak seperti ini andai dulu aku tak memberinya dorongan untuk kenal dunia.

Itulah pentingnya kesempatan, wawasan, dan trust! (Yuleng Ben Tallar)

Foto: Nunung Bakhtiar, awal musim semi 2017, di Frankfurt, Jerman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar