Selasa, 26 September 2017

NOVEL MS: ALUR CERITA TAK MUDAH DITEBAK...



Bahril Hidayat Lubis:

Saya mendapat kiriman novel dari sahabat di Surabaya, seorang wartawan senior di Indonesia, Bapak Yuleng Ben Tallar, putera dari salah seorang tokoh negarawan di Indonesia yang dekat dengan Bung Karno, seorang perupa Realisme, suami dari seorang perupa yang beraliran Surealisme-Ekspresionisme, dan orang tua dari anak yang manis dan lucu.

Novel yang berjudul "Menggapai Surga", setebal 316 halaman, saya terima tanggal 23 September 2017. Di akhir pekan, saya menyempatkan diri menyelesaikan membaca novel ini.

Alur, setting, tema, dan karakterisasi yang utuh mengalir dalam klimaks dan antiklimaks cerita dan dialog tokoh utama (Qaidir dan Marce). Pesan utama dari tokoh novel ini memuat dialog tentang fiqih, kritik sosial, perjuangan hidup, cinta, kebencian, dan ketulusan, semua dikemas dalam dialog yang cair.

Alur cerita yang mengalir, namun tidak mudah ditebak karena selipan  misteri, membuat pembaca semakin terbawa untuk mengikuti jalan prosa yang berliku dari tanah air, ke Makkah, sampai kembali ke Indonesia...

Meskipun ada kesalahan redaksi dialog pada halaman 292, "Segala puji untuk Nabi Muhammad..." tapi saya tidak menganggapnya sebagai kesalahan atau aib substansial. Saya melihat unsur Psikologi Sastra berdasarkan teori Slip tongue (Psikoanalisis) karena tokoh utama novel dalam kondisi antiklimaks.

Ibarat Hadis (HR. Bukhari no. 6309 dan Muslim No. 2747) tentang Taubat, seorang pengembara yang kehilangan Unta dan bekalnya di padang pasir selama beberapa hari, lalu ia bertemu lagi dengan untanya dan pengembara terbawa suasana kegembiraan yang meluap lalu berkata, "Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah Rabb-Mu.’ Ia telah salah mengucapkan karena sangat gembiranya." Demikianlah kegembiraan Allah menerima taubat hamba-Nya.

Analogi hadis di atas merupakan salah satu landasan teori untuk memahami kesan kesalahan dialog tokoh utama tersebut diinterpretasi secara bijak dan substansial karena tokoh utama sedang mencapai kondisi mental yang sangat bergembira di dalam fragmen antiklimaks kisah novel ini.

Sebagaimana tokoh utama Qaidir dan saudara kembarnya berusaha menutupi aib dan kesalahan orang yang dicintai pada bagian akhir novel ini, demikian pula sahabat dari Riau, mencoba (seakan-akan) menutupi kesalahan dialog tersebut, padahal substansinya bukanlah kesalahan redaksi dialog, namun antiklimaks dari sebuah jalan cerita dan kisah kehidupan.

Semoga bermanfaat untuk sahabat senior saya di Jawa Timur, kebaikan untuk bapak dan orang orang yang bapak sayangi, amin.

Suatu contoh untuk sastrawan dan jurnalis muda di Indonesia, belajarlah dari produktivitas dan kualitas menulis pak Yuleng yang detil, rinci, dan memiliki kekokohan karakter sebagai penulis prosa..

Salam hangat dari Riau,
27 September 2017

Bahril HL

(Semoga ada masa dan kesempatan kita bertemu, menyeruput kopi, dan berkisah tentang hidup ini dengan bertatap muka langsung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar