Jumat, 23 Mei 2014

NOVEL CINTA RETRO


Sisa Cinta Masa Silam

Cinta Retro merupakan sekuel pertama,
masih ada dua novel lain kelanjutannya.
Don't miss it! 



Catatan Pengantar


GAYA hidup selalu mewarnai masing-masing zaman. Apa yang terjadi di masa silam, tidak selalu berulang di masa datang. Seperti pameo usang, suatu kesempatan jarang kembali terulang.
Dalam novel ini dikisahkan sukses seorang pria dalam meniti kariernya. Ia berhasil meraih posisi sebagai CEO sebuah perusahaan besar. Ia memimpin duaratusan sarjana, kendati dirinya tak satu pun mengantongi ijazah perguruan tinggi. Bahkan dulu ia termasuk anak usil, nakal, dan konyol. Satu-satunya kelebihannya –kalau itu boleh ditonjolkan–  adalah sifat kreatif. Ya... ia selalu sarat dengan kreativitas, bahkan hingga di hari tuanya.
Pria dari zaman 70-an itu, bertemu dengan gadis masa kini yang baru meniti karier. Dua generasi yang sangat jauh perbedaan sudut pandangnya. Si gadis berusaha menyelami gaya hidup masa lampau, dan mengorek kisah-kisah lama yang menurutnya “serba unik”. Menjadi sesuatu yang aneh, yang mengherankan, tak masuk nalar, dan retro gitulah.
Sampai suatu ketika, Si Gadis menemukan sisa-sisa cinta yang terpendam, sesuatu yang pernah indah, dan tentunya akan kembali indah pada pribadi yang tepat. Bisakah ia mendapatkan link tersebut?
Cinta Retro bukan sekadar berkisah tentang sesuatu yang terjadi empat dekade silam. Novel ini mencoba mengungkap satu hal yang tetap abadi dari masa ke masa.

Yuleng Ben Tallar




Catatan: Novel Cinta Retro dipasarkan secara semi-indie. Bagi yang berminat, bisa memesan melalui SMS pada nomor 081 215 488 450 atau 08777 088 0277. Harga Rp 35 rb plus ongkos kirim. Sertakan nama pemesan agar buku bisa saya tandatangani dengan mencantumkan nama Anda.








Boypung Tunjungan

Cuplikan dari "Cinta Retro"



SALAH satu sudut Tunjungan yang masih
terawat dengan baik



“...MENGAPA Aki dijuluki ‘Boypung-Tunjungan’?” 
Tiba-tiba Okana mengajukan pertanyaan yang membuat Pak Bono terperangah. Tak lama kemudian pria itu tertawa sambil menggeleng kepala.
“Dari siapa kau tahu cerita itu?”
“Ada aja... Pasti seru... kan?” jawabnya sambil tertawa.
Wajah Pak Bono sesaat terlihat merah, namun tak lama kemudian ia kembali tertawa. Sambil mengajak pindah ke ruang depan, Pak Bono menjawab pertanyaan Okana.
“Sebenarnya, ‘boypung’ itu julukan untuk anak yang norak, udik, nggak gaul. Kependekan dari boy-kampung, anak kampung. Entah siapa yang memulai, istilah tersebut kemudian menjadi sangat populer. Bisa untuk olok-olok, tapi kerap juga untuk mengumpat seseorang. Selain boypung, ada pula girlpung.”
Setelah mereka duduk di teras, Pak Bono melanjutkan ceritanya. Sore itu, menjelang malam minggu, ia bersama tiga temannya pergi ke Tunjungan. Mereka berboncengan naik dua sepeda motor. Sebenarnya ada sesuatu yang hendak dibeli Bono, namun tiga kawannya mengajak buru-buru pergi. Tentu saja menyebalkan, tapi apa boleh buat, tiga lawan satu.
Yang lebih menyebalkan, ternyata alasan teman Bono terburu-buru karena mereka melihat serombongan gadis menuju arah selatan. Dua di antara gadis itu sempat melambaikan tangan. Ini dia, pikir teman-teman Bono. Rasanya mereka memberi harapan. Tapi bagi Bono yang baru tahu setelah teman-temannya mengejar dengan bersepeda motor, apa yang bisa dilakukan di jalan yang cukup padat itu? Salah-salah dianggap anak urakan. Itu sebabnya Bono mengajak mereka cepat-cepat berlalu.
Namun kembali tiga lawan satu. Mereka mengemudi perlahan di samping para gadis yang melenggang di trotoar. Ada lima orang, tinggi badan hampir sama, berambut sama panjang, kelihatan sepantaran, dan tak ada yang jelek. Karena selambat-lambatnya jalan motor masih lebih lambat jalan para gadis, maka beberapa kali teman Bono menghentikan kendaraan. Yang membuat Bono kesal adalah sikap cengengesan kawan-kawannya. Tidak ada komunikasi, hanya senyum-senyum, dan sekali melontar pertanyaan tanpa mendapat jawaban: “Mau ke mana?”
“Kamu kenal?” tanya Bono. Temannya menggeleng.
“Lha ngapain ngikuti mereka?” ujar Bono ketus.
“Siapa tahu bisa kenalan,” jawab temannya lagi.
“Kalau mau kenalan, nggak begitu caranya...,” tambah Bono sambil turun dari sepeda motor. Tentu temannya kaget. Mau apa nih anak, pikirnya. Belum sempat menghalangi, Bono sudah berada persis di depan gadis-gadis itu. Sambil berkacak pinggang –yang membuat kelima gadis itu menghentikan langkah–  Bono bertanya tegas, “Kalian... kalian kenal sama Bono?”
Gadis yang dituding menggeleng. Dari raut mukanya terlihat tegang. Tidak tertawa-tawa seperti tigapuluh detik sebelumnya. Demikian pula gadis yang kedua ketika mendapat giliran tudingan. Berturut-turut kemudian, gadis ketiga dan keempat. Hanya yang kelima memberanikan diri bertanya, “Bono siapa?”
“Bono... Bono aja,” ujar Bono sekenanya. Kemudian ia menjulurkan tangan kepada gadis kelima, yang entah karena kaget menerima saja uluran tangan Bono.
“Bono itu aku. Kenalkan... aku Bono.” Sambil mengucapkan itu, ia melirik ke gadis-gadis yang lain. Wajah-wajah tegang mereka memudar. Senyuman sudah berada di masing-masing ujung bibir. Berhasil, pikir Bono. Ia tak perlu lama-lama menggenggam tangan gadis nomor lima. Telapaknya segera berpindah dari satu ke satu yang lain. Lany, Maya, Desi, Nora, dan Lisye. Lengkaplah kelimanya, dalam urusan yang hanya memakan waktu 50 detik. Malah mungkin lebih singkat dari itu.
Ketika hendak membalikkan tubuh, Bono berujar singkat. “Nanti malam ada pesta di Jl. Diponegoro. Mudah-mudahan kalian bisa hadir bersama kami.”
“Sayang Broer... Justru aku berharap kamu gabung ke pesta kami di Jalan Musi. Pesta sekolah, Santa Maria...” ujar Lany.
See you...,” ujar Bono sambil melompat ke jok sepeda motor.
“Kemana?” tanya teman Bono.
“Pulang...” jawab.
“Lha anak-anak itu?” tanyanya lagi penasaran.
“Emang mau kamu naikkan motor semua tuh anak?” ujar Bono sambil tertawa....



Catatan: Ikuti kisah-kisah unik lainnya di Cinta Retro...
















1 komentar: