Jumat, 23 Mei 2014

KOMENTAR ATAS NOVEL CINTA RETRO

Aku Mbrebes Mili...

Veronica Emmy Russiandari dan Lina Rosita Tjiptowardojo
dalam "diskusi kecil" masalah kehidupan keluarga.



SUATU penghargaan tersendiri ketika aku bisa mendapatkan masukan dari para pembaca, baik secara langsung face to face maupun lewat pesan singkat. Biasanya, buku akan pergi begitu saja selepas dari percetakan atau rak-rak toko buku. Tidaklah demikian dengan yang aku alami, ada interaksi antara penulis dengan pembaca. Hal ini tentu sangatlah berguna, terutama bagi saya, dalam meningkatkan mutu tulisan dari waktu ke waktu. 
Kadang dari pembaca pula suatu gagasan muncul. Bahkan ada yang bersedia sharing kisah kasihnya yang unforgetable, unik, mengharubiru, termasuk yang off the record --kecuali dengan menyamarkan nama-nama berikut runtun kisahnya.
Berikut, opini pembaca yang disampaikan secara lugas, terbuka, dan memacu daya kreasiku. Tentu semuanya bermanfaat, untuk itu aku ucapkan banyak terima kasih.



HARIADI Kiswidodo, Jakarta:

CAK YULENG, aku wis moco Gadis Tiyingtali. Terharu aku ambek happy end'e. 
Nanging pas meh enthek moco Cinta Retro, aku gak kuat ngetokke air mata. 
Cilikanku biyen dong disabeti bapak nganggo penjalin mergo nakal, aku gak nangis. 
Pacarku meninggal, aku yo tabah. Nanging lagi iki seorang Yuleng nganggo karyane 
Cinta Retro, biso gawe Hariadi mbrebes mili ambek sesek napas'e. 
PF, yo Cak. Iki nek digawe film, biso sak biskop mewek kabeh wektu metu soko gedung. 
Tisu... endi tisu...


MAS YULENG, aku sudah baca Gadis Tiyingtali. Terharu aku dengan happy ending-nya.
Namun ketika hampir menyelesaikan baca Cinta Retro, aku ngga tahan mengeluarkan air mata.
Waktu kecilku dahulu ketika dicambuk ayah menggunakan rotan karena nakal, aku tidak menangis.
Ketika pacarku meninggal dunia, aku juga tabah. Akan tetapi baru kali ini seorang Yuleng lewat karyanya Cinta Retro bisa membuat seorang Hariadi berlinang air mata dan sesenggukan.
PF ya Mas. (Novel) Ini kalau dibuat film, bisa-bisa satu bioskop menangis semua pada saat
keluar gedung. Tisu... mana tisu... (*)





"Biarkan kami makin penasaran..."



MOCHAMAD Taufik, Surabaya:

SAYA baru saja menuntaskan Cinta Retro beberapa jam yang lalu. Kesan saya, novel ini bagus. 
Pak Yuleng pandai membawa pembaca ke ruang waktu di mana saya (minimal) pernah ikut hidup 
di tengah-tengahnya, tanpa belenggu bebas merdeka melalang. Kekuatan cerita, penulis mempermainkan pembacanya dalam suasana meraba-raba, siapa sosok Bono Sutowo. Lebih penasaran lagi, masa mudanya di era apa? Bahkan tidak terasa membawa logika kami tertantang mencari tahu siapa Kirana 
dan siapa Rosita?
Dugaan awal ketika Pak Yuleng menyebut-sebut Amco, Lee, Levi’s, pikiran saya terbawa ke era ’70-an. Jangan-jangan Kirana pacar Bono. Pintarnya penulis, ia tidak menyebut celana Saddel King 
sehingga mengecoh kami. Jika menyebut zaman celana tersebut, saya dengan mudah menduga 
Rositalah kekasih Bono. Dengan menyembunyikan ini, Pak Yuleng berhasil menyamarkan peran Rosita.
Asyiknya, novel ini merangsang logika kami berpikir keras, misalnya; Okana berusia 22 tahun, 
berarti ibunya sekitar 39 tahun. Terlahir pada 1974-an, di era brand Amco, Lee, Levi”s
Ada mobil Impala dan VW pada era tahun ’70-74, dikaburkan dengan era Fiat 125 (Smada –SMA Dua) tahun ’77-80. Baru akhirnya, motif mengarah ke Rosita. Secara keseluruhan, novel ini bagus.
Namun bolehlah saya berpendapat (maaf, sesuai dengan imajinasi saya yang tak mau dikekang), 
pada bab berjudul Ini Bukan Akhir, Melainkan Awal, sebaiknya jangan diberi catatan di bawahnya 
agar kami semakin penasaran. Biarkan kami menemukan jawabannya, biarkan kami asyik 
dengan alam pikiran kami sendiri.
Selain itu, penyebab berpisahnya Bono dan Rosita kalau bisa dikisahkan lebih menggigit, mendayu-dayu, menguras empaty. Sebab Bono sebagai lelaki tajir, sukses, dengan latar belakang keluarga The Have 
di Surabaya, biasanya tipe-tipe seperti ini di masa mudanya suka mempermainkan wanita, atau paling tidak selalu dikelilingi wanita. Tipe lelaki macam begini tidak mudah parah arang, apalagi urusan wanita. 
Tentu harus ada alasan yang lebih kuat dari sekadar sebuah fitnah. (*)



BUNDA Ken, Surabaya:

MATUR nuwun novel Cinta Retro-nya... Setelah Bunda baca, Bunda geli karena lucu, dan bisa tahu 
kalau di Jalan Tunjungan pernah ada Toko Buku Indira. Yang Bunda tahu dan sempat menikmati 
adalah toko buku Sari Agung dan Sarinah
By the way, tokoh BONO... kayaknya Bapak sendiri ya? Hehehe... good job... (*)




NOVIE Rurianingsih Hermansyah, Semarang



Ceritanya asyik, paling seru pas ada trem di Surabaya..., haha! dream on banget, Ki!

Suka... suka... suka...




KINAN Mochtar, Surabaya

Hahaha... Boypung Tunjungan... Jadi inget Lapendhos, inget AKA --Arek Kaliasin. 
Ada lagi pomade Tancho, wes jan 70-an banget.
Tapi ada nangisnya juga, ngga tahunya Okana Oui ... Keren! 
Finishing touch yang bagus sekali. Bener Mas, mbrebes mili lho membaca bab 
"Kalian Adalah Bidadariku".
Dan pada bab "Can I Kiss You"... hahaha... lha iyalah... masak mau nyium kok ngomong dulu, 
trus nunggu jawabannya lagi... hahaha... Itulah zaman kita-kita waktu pacaran ya Mas... Keren!
Makasih sudah ngingetkan zaman dahulu.





ANIN Saleh, Jakarta

Wouw... It's so great... so far so good... wokee... As usual, bahasa Pak Yuleng ringan, mengalir... enak dibacanya.
Tapi bobot misterinya, lebih kental novel Gadis Tiyingtali... Kalau Cinta Retro kesannya lebih pop ya... hallaah... aku sok tahu yoo Pak...
Ada harunya juga sih, di halaman 140, sewaktu Bono memeluk Rosita... Tapi haruku ngga sederas waktu aku baca Gadis Tiyingtali..., pada saat pertemuan ibu dan anak, aku sampek nangis sesenggukan lho... huaaa...
Sip Pak... di novel ini ada tempat aku nongkrong pada zaman masih di SMAN-2 Wijayakusuma... Itu dia tongkrongan bakso Pak Kadir... he hee... Yang aku paling geli, di bagian penyebutan: "kaca kuping"..., jadi keinget mobil zaman aku masih kecil dulu... Boleh juga nih..., kita dibawa jalan-jalan ke Surabaya masa lalu sekaligus menerawang ke masa depan melalui gambaran trem yang modern itu...
Kayaknya, nanti harus ada sequelnya ini Pak..., kan di situ belum disinggung sosok Daddy-nya Si Okana? Apakah Kirana juga punya sejarah kelam dalam kehidupannya sehingga lahir Okana? Di situ dibilang kalau Okana tidak pernah mengenal sosok ayah maupun kakeknya? He hee... ini maunya pembaca ya Pak... Tapi Bu Yuleng kan juga nanyain kemana ayah Okana..., jadi kita tunggu saja sequel yang lebih dramatic and more complicated... Keluar-keluar dari Surabaya juga ngga apa-apa, yang penting muara cerita tetap di Surabaya...
He hee... maunya aku ya Pak..., so sorry... sekadar urun ide...



INDAH Setijawati, Banyumas

Novel ini sungguh-sungguh mengingatkan Surabaya tempo dulu...
Gaya bahasa yang dipakai penulis sungguh santun...
dan yang bikin penasaran, ini novel kok belum nampak ending-nya...
Jangan-jangan penulis mau buat episode selanjutnya...
Oh ya... trem itu selalu lewat sekolahku dulu ketika masih SD.




LUCY Finastri Saidi, Surabaya:

ALHAMDULILLAH, Cinta Retro selesai saya baca. Bahasanya mudah dicerna, dengan kemasan 
cerita khas tempo dulu. Yang menarik karena adanya perbedaan zaman di dalam cerita ini. 
Awalnya saya sempat terkecoh, menduga bahwa Okana akan bersanding dengan seorang Aki –seperti umumnya gadis masa kini yang mendambakan lelaki yang sudah mapan. Ternyata dugaan saya salah. 
Saya salut dan senang dengan alur cerita yang tidak mudah ditebak. Sukses ya Mas. (*)



YESI Palupi, Malang:

SERU nih cerita. Cinta Retro, sebuah novel yang dalam, namun disampaikan dengan cara  ringan. 
Suka banget. Saya jadi mikir, Pak Yuleng suka to the point ya... atau karena saya sudah keracunan 
sinetron lebay? Keep writing Pak Yuleng! Menarik! Hehehe... seneng banget! 
Tampaknya Newsroom (novel yang segera terbit) juga bakal menarik minat saya. 
Kenapa tiba-tiba saya kebayang serial ER pas baca resensi Newsroom di halaman 146 itu... (*)



ADY Setyawan, Surabaya:

BAGUS. 
Tapi saya merasa sedikit ganjil pada bagian Bono meninggalkan gadisnya. Apakah betul 
semudah dan sesederhana itu? (sedikit banyak saya juga memiliki kisah cinta yang hancur lebur). 
Luar biasa jika kemudian Bono memilih hidup menyendiri, menyimpan kenangan pahit selama itu. 
What a man... (*)






Yuleng Ben Tallar: Terima kasih untuk Ibu Anin Saleh dan Ibu Indah Setijawati 
dalam memberi gagasan kelanjutan kisah Cinta Retro, khususnya menyangkut siapa
sebenarnya ayah Okana. Bagaimana kehidupan si ayah bersama Kirana, mengapa
mereka berpisah, dan mengapa seorang ayah tidak mencari anaknya?
Hari-hari ini, ide beliau berdua sedang saya kerjakan, bukan sekadar Cinta Retro-2 
(yang judulnya belum aku temukan), melainkan juga Cinta Retro-3Setting kisahnya
di Makah-Madina dengan muara tetaplah di Surabaya seperti yang diusulkan 
Bu Anin Saleh. Lebih complicated... dan yuk jalan-jalan melihat dunia.
Kapan beredarnya? Sabar dulu... sebab masih ada Newsroom dan Ngaruawahia 
yang antre terbit.




SEBUAH kompilasi kehidupan para jurnalis
yang tidak pernah dimuat dalam media
manapun juga







Tidak ada komentar:

Posting Komentar