Mak Ten dan aku, 1955. Sejak muda ia suka membaca koran, majalah, buku, novel dan sebagainya. |
KAMI memanggilnya Mak Ten. Entah nama aslinya. Papa pernah menyebutnya Sariten. Tentunya itu olok-olok, sebab pembantu satunya bernama Sarinah. Itupun aku tak pasti-pasti amat, jangan-jangan papa asal mencomot nama dari buku Bung Karno.
Sudahlah, apa
arti sebuah nama. Yang ingin aku ceritakan, Mak Ten ikut keluarga kita sejak
kakak sulungku baru lahir, 1948. Dia masih perawan waktu itu --bahkan sampai
ajal menjemput Juni 2010. Mak Ten jugalah yang memandikan aku saat kecil. Juga
mengantar aku ke sekolah. Bahkan menemani aku ketika sunat.
Ketika papa
tugas ke Manila, kami sekeluarga diajak serta. Termasuk Mak Ten. Kami tinggal
di Makati, kota modern yang baru dibuka pada saat itu. Keperluan sehari-hari kami dapatkan di Supermarket.
Namun belanja besar, Mak Tenlah yang mengambil alih tanggung jawab. Ia pergi ke
pasar tradisional.
Awalnya,
ditemani pembantu kami orang Pilipino. Tapi lama kelamaan, Mak Ten berangkat
dan belanja sendiri. Mahir bahasa Inggriskah dia? Boro-boro. Ia justru belajar
bahasa Tagalog, bahasa setempat. Tagalognya bagus, jauh lebih okay daripada aku. Dan ia berani berkomunikasi
tanpa harus malu. Orang-orang yang dijumpai, maklum kalau ia orang asing. Sebab
kesehariannya, ia memakai kain panjang dan kebaya.
Bagi keluarga
kami, Mak Ten bukan pembantu biasa. Ia sudah menjadi bagian keluarga kami.
Ketika kakak sulungku berumah-tangga, Mak Ten diajak serta.
Tugas mengasuh kembali
dilakukannya. Anak-anak kakakku --ada tiga, laki semua, dan nakal-nakal--
berada di bawah asuhannya.
Mereka juga
merasakan Mak Ten sebagai "pelindung" seperti yang aku --juga
saudara-saudaraku-- rasakan. Mak Tenlah yang menyiapkan baju untuk sekolah,
sarapan, dan keperluan kita. Bukan hal jamak bagi kita untuk merangkulnya.
Menciumnya. Berbagi kasih dengannya. Itu semua karena Mak Ten bukanlah pembantu
biasa. Ia bagian dari keluarga kami.
Ketika aku
mendengar ia meninggal dunia, hari serasa terhenti. Wajah Mak Ten berkelebat.
Senyum nya. Ketulusannya. Kebersahajaannya. Bahkan kesetiaannya.
Sudah dua tahun terakhir
ini, ia minta pensiun. Usianya --yang mungkin 80-an-- menjadi alasan untuk
pulang ke desa, di Panti, Jember.
Kami ingin
mengantar jenazahnya. Tapi kami pun sudah tidak muda lagi. Anak-anak sudah
keluar rumah. Hanya kakakku yang nomor dua yang memungkinkan kesana sebab ia
tinggal di Jember. Nanti lain waktu, kita akan berziarah ke pusaranya.
Ketika aku kirim
doa untuk Mak Ten, yang terbayang candanya. Ia juga suka mendapat godaan,
termasuk yang "sangat nakal".
Pernah suatu ketika, aku
minta diceplokkan telur. Tapi sebelumnya, tanpa sepengetahuan Mak Ten, telur
itu aku simpan di dalam freezer.
Tahu kan akibatnya? Membeku. Dan ketika
kompor sudah menyala, mentega sudah di penggorengan, dan telorpun tak kunjung
bisa dipecah. Boro-boro pecah, malah jatuh ke penggorengan dan minyaknya
kemana-mana.
Mak Ten ketawa
terpingkal-pingkal sambil mengejar aku. Tentu ia cuma bercanda sebab ketika aku
tertangkap, ia memukul pantatku dengan perlahan. Bahkan sesudah itu aku dapat
ciuman.
Kali yang lain,
saat ia bangun dari tidur siangnya, seperti biasa Mak Ten membuat kopi. Sambil
me nunggu panasnya berkurang, ia ke kamar kecil. Pada saat itulah, usilku
muncul. Aku masukkan sambal terasi ke kopinya, dan aku aduk rata.
Kebayang kan, kopi pedas
tentu bukan minuman nikmat. Tapi toh Mak Ten ketawa, dan kembali mengejarku.
Ah... Mak Ten,
kau memang bukan pembantu biasa. Kau sangat sabar membesarkanku. Banyak cerita
yang aku punya, yang tentunya bisa berlembar-lembar jika aku tuliskan.
Aku yakin, kakak-kakakku
juga punya memory tersendiri. Juga
adik-adikku (yang tak kalah nakalnya dengan aku). Belum lagi anak-anakku, juga
keponakanku.
Mak Ten, kau
adalah anggota keluarga kami. Keluarga besar Wiwiek Hidayat. Kami berterima
ka sih padamu, dan mengiring kepergianmu dengan doa yang merdu. Ketika kau
datang ke dunia ini, suatu saat kembali lagi ke Sang Khaliq. Kami pun akan
demikian. Selamat jalan Mak Ten, sepanjang hidup kami mengenangmu.
(Yuleng
Ben Tallar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar