Rabu, 03 Januari 2018

LEGENDA SI BIRU MALAM


Keterangan Foto: Berdua di wagon biru, dari Surabaya menuju Surakarta. Sempat makan Pecel Madiun yang disajikan restorasi Bima.


"BIRU Malam" pernah terkenal medio '60-an. Ia merupakan wagon kereta paling elit pada saat itu, bahkan sampai saat ini jika gerbong tersebut tetap dioperasikan untuk perjalanan regular.

Disebut Biru Malam --yang kemudian disingkat menjadi Bima-- karena warna luar wagonnya biru. Sementara kereta lainnya, satu tingkat di bawah Bima, disebut Limex, kependekan dari Limited Express --Cepat Terbatas.

Kedua rangkaian kereta api ini termasuk layanan eksekutif dengan tarif yang relatif mahal, melayani perjalanan Surabaya-Jakarta pergi pulang.

Dalam perjalanan panjangnya kemudian, nama Limex --yang keinggris-ingrisan-- menghilang. Sementara Bima masih bertahan hingga sekarang kendati punya saingan di lintas utara, Agro Anggrek dan Agro Bromo.

Mengapa Bima terbilang wagon elit? Penumpang bisa duduk nyaman di dalam kamar khusus. Satu ruang berisi dua penumpang untuk kelas Eksekutif-1, dan tiga penumpang untuk kelas Eksekutif-2.

Ada pilihan kamar dengan pintu yang bisa dikunci, ada pula yang hanya dilengkapi tirai. Tentunya yang pakai pintu lebih private sifatnya.

Pada saat penumpang mendapat layanan makan malam yang disajikan secara bergantian di wagon restorasi, para awak kereta yang disebut pramugari/pramugara menyiapkan tempat duduk di kamar-kamar itu menjadi tempat tidur.

Lengkap kasur dan bantal, dengan posisi dua atau tiga susun. Kita tidak perlu takut jatuh sebab ada ram dari kanvas sebagai penahan tubuh. Hanya saja harus berhati-hati kalau mengubah posisi dari tidur ke duduk, salah-salah kepala bisa terantuk ranjang di atasnya, atau langit-langit.

Kamar tidur ini disulap kembali menjadi tempat duduk nyaman saat pagi hari. Penumpang mendapat breakfast, berikut tisu basah merek cologne 4711 yang di zaman itu terbilang wah.

Bagaimana dengan Limex? Tak ada kamar, namun kursinya yang warna merah, mirip-mirip kursi pesawat terbang. Sementara kursi kereta lainnya masih pakai kayu dan rotan, atau kursi panjang untuk berdua/bertiga.

"Gaya di pesawat" inilah yang menjadi daya tarik Limex. Apalagi di awal-awalnya beroperasi, penumpang juga mendapat makan malam.

Lalu mengapa wagon-wagon ini menghilang sekarang? Entahlah, sebab aku juga bertanya-tanya, mengapa? Yang jelas, nama Bima masih dipakai hingga sekarang.

Wagonnya tetap elit, tapi tanpa kamar, apalagi tempat tidur. Dibandingkan wagon-wagon kereta lainnya (Agro Anggrek, Sancaka, dll), wagon Bima jauh lebih okay. Pakai kursi yang bisa direbahkan, suspensinya nyaman, bebas asap rokok (thank you Jonan), hiburan film di layar TV, dan toiletnya pakai WC duduk.

Dan malam ini kami --setidaknya aku-- menapak tilas si Biru Malam. Jes... jes... jes... bunyi keretaku. (03:01:18)

*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar