Sabtu, 20 Januari 2018

WISATA AWAL TAHUN BERAKHIR KELENGER


Keterangan Foto: Alila Hotel yang menjulang tinggi, bangunan tertinggi di kota Solo. Kami makan malam di puncaknya sana, lantai 30.


JUMAT (5/1-18) dua pekan silam aku masih sempat shalat di Masjid Agung Paku Buwono, Surakarta. Masjid lawas di tengah keraton, yang aku bisa ikut merasakan aura kuatnya.

Kami memang berada di Kota Solo untuk beberapa hari, menginap di Hotel Alila yang menjulang tinggi. Dua kuliner sempat kami lahap --Tim Lo Solo Pak Sastro di Pasar Gede, dan nasi gudeg Solo di RM. Adem Ayem.

Tim Lo-nya masih seperti yang dahulu, ada rasa manis-manis di antara asin kuahnya. Tapi aku tak mampu menghabiskan seporsi yang melewati batas kapasitas perutku.

Gudeg Solo memang beda dengan Jogja. Gudegnya basah, dan aku lebih menyukainya dibanding gudeg Jogja yang kering mirip bronies. Aku menikmati bersama gulai ayam yang lembut, cecek dengan kepedasan yang pas dan aromanya yang sangat gudeg.

Untuk makan malam tak perlu repot-repot sebab kami bisa duduk tenang di lounge hotel di lantai 30. Ada makanan gratis pre-dinner, tapi bagi kami cukuplah itu untuk makan malam.

Tersedia salad dengan penutup bervariasi, ada sushi dua pilihan -- beef atau daging ayam panggang, pun ikan salmon topping mayo. Di sisi meja yang lain masih tersedia tiramisu, cake, jajanan pasar, dan seperangkat aneka buah segar.

Pendek kata, soal kuliner kami terpuaskan di kota yang punya jalan raya teramat panjang yang  bernama Jl.Jenderal Slamet Riyadi. Liburan kami beberapa hari di kota Solo sungguh menyenangkan.

SERANGAN ANGIN

Jumat pekan lalu, pun Jumat pekan ini, aku tergeletak di RS dr. Muhammad Soewandhie.

Sebenarnya, liburan di Solo masih berlanjut di Surabaya. Maklumlah, pergantian tahun kemarin kami tidak kemana-mana. Dhus memanjakan diri di pekan awal tahun baru kami anggap masih wajar.

Hari Minggu kita makan siang di resto sebuah hotel yang terletak di tengah kota. Suasananya okay banget. Ada sekelompok turis dari Eropa. Ada keluarga-keluarga yang merayakan ulang tahun saudaranya. Ada pula yang masih reunian, dan tentunya kami yang mencari siesta.

Kami dapat tempat di Japanese corner. Duduk berhadapan, dengan sushi bar di depan kami. Selain sushi terdapat salat buah bermacam topper. Juga ada udon, tempura, teriyaki, yakiniku, dan beberapa masakan Jepang lainnya.

Pilihan lain adalah masakan Jawa rumahan (sebangsa opor-oporan), masakan oriental nasgor mie dan kawan-kawannya, Suroboyoan termasuk sate ayam, lontong balap, tahu tek, dll. Masih ada ronde, kue rangin, klepon, dan macam-macam jajanan lawas. Pendeknya, tamu dimanja eat what's you want eat...

Tapi bukan ini yang hendak aku ceritakan. Kami duduk di tempat yang horror. Samping kiri aku ada pintu kaca penghubung halaman luar. Kadang satu yang dibuka, kadang keduanya. Sejumlah tamu berlalu lalang di situ. Tentu angin ikut menerobos. Dan siang itu sedang deras-derasnya angin.

"Kok duduk di sini, apa ngga terlalu angin," ujar Evie, istri Dr. Hartono, yang siang itu bersama keluarga besarnya merayakan ulang tahun ke-88 ibunda. Yeah... Iya! Baru sadar anginnya kenceng banget. Tapi bismillah, tiga pekan lalu kita juga makan di tempat yang sama dan fine-fine aja.

TELOP USIL

Tapi nasib sedang tak terlalu baik. Sehari setelah itu badan meradang. Panas tubuh naik turun. Karena dianggap kecapekan biasa, ya ikuti saja ritmenya. Tapi akhirnya ngga kuat. Kendati dikompres, dinginnya sebentar saja. Badan dikerok pun tak menyelesaikan masalah.

Pergi ke dokter pribadi di RS Graha Amerta siang itu gagal total. Tak ada dokter yang praktek sebab semua ruang dipergunakan test kesehatan peserta pilkada.

Akhirnya pilihan terakhir IRD Dr Soewandhie, karena sesak nafas tak bisa tertahan. Perlu oksigen. Penanganan super cepat di rumah sakit milik Pemkot itu. Tabung oksigen segera tersedia. Tak lama tindakan foto Rontgen. Periksa darah. Bla bla bla. Berakhir harus ngamar. Ya menyerah lah, memang awak sedang parah-parahnya.

Itulah perjalanan terakhir setelah berjalan-jalan plesiran awal tahun kami. Sepekan lebih opname, dan perlu beberapa hari lagi untuk meningkatkan Hb darah. Tidak mengapa, aku bayar dengan penuh kesabaran.

Senang karena Rani anakku segera datang menjenguk. Kali ini bergantian dengan kakaknya yang sudah menjenguk mamanya saat akan kateterisasi sebulan lalu.

Sepekan lebih aku tak berdaya menulis status. Padahal banyak cerita. Akhirnya bikin telop usil, "Pasien Harus Diantar, Pengantar Dilarang Bawa Tikar... Lhuk... Mbok Pikir Aku Bongso Kalong Tah?

Terima kasih aku ucapkan bagi yang komentar, maaf tak semua aku jawab. Tak ada tenaga. Cuma aku ingin garis bawahi, telop itu tak tertuju ke RS Dr. Soewandhie. Justru ke rumah sakit besar tengah kota --yang memang punya banyak pohon dan cocok untuk kalong... (20:01:18)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar