Kamis, 03 Mei 2018

BERBURU PECEL TUMPANG, DAPATNYA SOTO 'DOK'




PECEL tumpang. Penganan ini terkenal di Kediri. Pecel biasa, tapi ada tambahan sambal tumpang --dari tempe yang difermentasi.

Konon enak. Aku lupa-lupa ingat rasanya, sebab terakhir makan sepuluh tahun lampau. Masih suka nggowes ketika itu, ikut lomba down hills ke luar kota, termasuk di Kediri.

Kemarin (3/5), nyari itu pecel. Maklum lagi di Kediri. Kenangan lama tak terkuak. Jadi mesti tanya si Google letak penjual pecel tumpang.

Banyak. Di mana-mana ada. Jadi yang terdekat aja didatangi. Ternyata tak ada tanda-tanda orang jual pecel. Sebuah kursi pun tak terlihat, apalagi rombongnya.

Pindah lain tempat. Idem dito. Demikian tempat-tempat lainnya. Tak tampak seorang pun penjual pecel. Terpaksa turun mobil dan tanya-tanya. Di tempat yang ada tanda jual pecel versi Google.

"Kurang pagi, Pak!," ujar tukang parkir. Padahal jam baru pukul sepuluh. Lalu di mana rombongnya? "Tuh... di emperan toko. Karena toko waktunya buka, pecelnya kukut...," ujar si parkir terkekeh...

Baru ngeh. Jadi warung pecel tumpang versi Google itu bukanlah permanen. Paling tidak, sebagian besar. Lha yang permanen itu yang sulit dicari. Maka diputuskan, makan pecelnya ditunda aja.

SOTO DOK

Telusur kuliner kemudian diarahkan ke depot Soto Podjok di Jl. Dhoho. Tempatnya mungil, di pojok jalan. Bangunan permanen, sih. Tapi benar-benar Unyil dibanding sekitarnya.

Aku datang sudah lewat jam makan siang orang kantoran. Jadi ngga terlalu ramai. Ada enam orang dari kapasitas tempat duduk 50-an orang. Lengang, tak terlalu panas.

Soto Podjok dikenal pula dengan sebutan Soto Dok. Seperti yang tertulis di satu sisi temboknya. Seperti yang terdengar 'dok' setiap saat si peracik usai menuangkan kecap.

Saat kami makan, masuk serombongan besar. Delapan orang. Maka 'dok, dak, dok' meriah pula suaranya. Sedikit bising, tapi mantaplah!

Lalu bagaimana rasanya? Cerita dulu racikannya ya. Tempatnya mangkok besar, lebih besar dari mangkok soto di Surabaya. Tapi isinya tak sebanyak itu.

Nasi ditaruh di tepiannya. Lalu atasnya ditaburi suwiran daging ayam kampung. Lalu ada kecambah muda. Daun-daunan penyedap. Baru dituangi kuah yang tidak sampai menenggelamkan kawanan nasi. Dan 'dok' setelah dikecapi.

Itu versi original. Berdasarkan pesanan, bisa ditambah telur ayam yang belum bercangkang, jeroan, suwiran empal, dan macam-macam lainnya. Tentu ongkosnya ekstra.

Dan... di depanku ada lodong, itu tempat menyimpan kerupuk. Macam kerupuk kampung warna putih, tapi yang ini kekuningan dan lebih padat. Ikan tenggiri bahannya. Cocok banget menemani makan soto dok.

Dan... 'dok'! Aku bawa pulang beberapa kerupuk. Juga keripik pisang yang crispy banget. Buah tangan dari Soto Podjok yang buka sejak 1926. Yang dikelola generasi keempat. 'Dok!', sekian kisah aku siang itu mojok. (04:05:18)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar