Senin, 28 Agustus 2017

KETIKA TEKNOLOGI TERGANGGU


Keterangan foto: Nasi uduk ikan ayam


"40K dapat apa?," tanyaku sambil menyodorkan dua lembar uang 20-ribuan. Dengan cekatan sang pramusaji menunjukkan daftar menu berikut harganya. "Nasi uduk, Pak." Aku menggeleng kepala sambil tersenyum. Ingat guyonan waktu mahasiswa dulu, disuruh nyanyi "Nasi uduk ikan tongkol, mari duduk pegang k**sensor**."

Aku akhirnya menemukan makanan kesukaanku. Asem-asem sayap ayam 23K, nasi putih 7K, plus teh tawar panas 6K. "Cukup Pak," ujar sang pramusaji. Akupun memilih tempat duduk di kedai yang berada di lantai dua Surabaya Plaza itu. Akhirnya aku bisa makan malam, pikirku.

Ketika makanan tersaji dan aku mulai memakannya, kembali pikiranku ke uang 40K satu-satunya yang tersisa di dompet. Aku harus membayar harga makanan 36K. Tapi kan ada pajak dan service segala? Apa ngga kurang? Ah... bodo lah, tadi si pramusaji meyakinkan, "Cukup".

Dan ketika aku menghadap kasir menyelesaikan bill, ternyata uangku masih ada kembalian 400 rupiah! Duh... syukurlah kalau begitu. Aku bisa melenggang.

Tentu kalian bertanya, koq segitu-gitunya amat aku ini! Memang uangku tinggal 40K. Tapi sebelum ke kedai itu, aku mampir ATM-BCA. Tumben sepi. Hanya ada seorang gadis potrat-potret layar. Setelah aku curi pandang, ternyata yang dipotret maklumat yang berbunyi, "Untuk sementara Mesin ATM tidak berfungsi".

Aduh Mak! Makanya sebelum aku duduk di kedai itu, aku lihat dulu uang yang ada. Cuma dua lembaran ijo. "Debit BCA bisa?, tanyaku. "Ngga bisa Pak. Hanya Mandiri." Lalu aku tanya lagi apa bisa pakai kartu kredit? Jawabnya, bisa asal minimal transaksi 100K. Makan apa 100K sendirian, pikirku.

Ketika berjalan ke parkiran, aku tersenyum sendiri. Baru satu fasilitas elektronik terganggu, aku sudah kelabakan. Bagaimana jika tiba-tiba semua provider down. Lalu akses kartu kredit tak berfungsi. Bahkan manggil Grab pun tak bisa. Kita kembali ke zaman manual. Pasti tersiksa. Ambil uang harus antre, masuk mobil orang disangka grab, dan tiba-tiba telepon telkom yang terpasang di rumah kembali menjadi sesuatu yang istimewa.

Apalagi telepon berfungsi manual melalui kecekatan tangan sang operator. "Selatan..." ujar operator. Dan aku meminta disambungkan ke sebuah nomor, 1070 ya. 'Tut...tut...tut...' Wadeuw... itu kembali ke tahun 60-an. Kalian yang sekarang berusia 40 tahun tentu tak mengenalnya. Sumpah itu zaman ngga enak... (28:08:17)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar