Jumat, 27 Mei 2016

HARI YANG HEBOH


BATAL LIBURAN KE OMAKAYU

KAMIS, 5 Mei 2016, jatuh hari libur. Long weekend sebab esoknya juga libur. Karena sudah lama tidak pergi ke Omakayu, tuh gubug singgahku di Pandaan, maka aku putuskan istirahat ke sana. Berangkat pagi-pagi seusai subuhan supaya tidak terkena macet di jalanan.

Apesnya, malam harinya aku penat sekali setelah terkena macet. Tumben jalanan Surabaya se-crowded itu. Jadi aku tidur lebih awal dengan menunda shalat isya. Nanti malam saja sekalian tahajud.

Pukul 03.10 aku terbangun, berwudhu lantas menunaikan shalat isya, lalu tahajud, ditutup witir. Lalu keluar rumah untuk berdoa sambil kontrol ke gardu satpam. Sempat ngomel karena gate tidak ditutup padahal empat hari lalu kompleks hunian kami kedatangan kawanan maling. Untung aksi mereka ketahuan, dan sayangnya para maling berhasil kabur.

Karena waktu shalat subuh di Surabaya pukul 04.15, masih ada waktu sejenak untuk main-main sama si Grey, kucingku. Nah setelah shalat subuh, aku tiduran sambil menunggu matahari terbit.

Tiba-tiba aku dikejutkan, ada teriakan 'maling'. Aku bergegas keluar, dan benar, di jalan kecil samping rumahku sudah ada sejumlah orang mengerubuti sebuah motor.

"Mana malingnya?" tanyaku. Lari Pak, ujar Pak Tatung, Bag. Keamanan. "Lha ini motor siapa yang dicuri?" Ini milik pencurinya...

Ternyata, ada tiga orang naik sepeda motor tersebut, menyasar rumah nomor 15. Gelagat buruk ini diperhatikan oleh Man dari bagian kebersihan. Dengan mengendap, Man mendekati ketiganya.

Seorang di antaranya sudah masuk ke rumah korban dengan merusak gembok. Entah bagaimana caranya, gembok besar itu dol dan tak bisa dikunci lagi.

Man yang sudah sangat dekat, menggunakan tongkat menyerang kedua teman maling yang berjaga di luar. Perkelahian tidak imbang, apalagi maling yang di dalam keluar ikut membantu. Namun karena suara gaduh yang ditimbulkan Man, maling-maling ini ketakutan dan berusaha melarikan diri berboncengan.

Man tidak ingin tangkapannya meloloskan diri. Ia kejar sambil berlari, dan meraih kepala si pengemudi, memiting, dan membantingnya. Kawanan itu jatuh bersama motor yang dinaiki. Karena posisi tidak menguntungkan, ketiganya melarikan diri tanpa peduli lagi akan kendaraannya.

Man berteriak  meminta satpam menutup gate. Sayangnya kawanan maling lebih cepat dan kabur secara berpencar.

Sampai di sinilah kisah keberhasilan menahan kendaraan milik para maling. Kami lalu berpikir, hendak diapakan motor Honda yang masih mulus ini?

PROSES VERBAL

Karena maling ini pula, warga hunian berkumpul. Man asyik berkisah sementara lainnya mengumpulkan barang bukti. Ada gembok yang sudah dol, kunci palsu, alat2 yang bentuknya ganjil, helm yang tercebur got, dan sepeda motor pelaku.

Tiba-tiba ada pria turun dari Kijang ikut bergabung. Rupanya dia reserse yang kebetulan lewat, yang dengan sigap berhasil menangkap salah satu dari pelaku yang melarikan diri ke arah jalan besar.

"Dia mengaku lari pagi... tapi lihat bentuknya, mana mirip dengan orang olahraga," katanya.

Man awalnya kurang yakin itu salah satu dari mereka, namun setelah ia melihat ada luka di kaki kiri pelaku, ia ingat sekali dengan pengemudi yang ia banting dan kaki kirinya tergores aspal. Singkat kata, memang dialah pelakunya.

Reserse itu kemudian meminta ditemani membawa pelaku ke Polrestabes karena dia sendirian di mobil. Ia juga minta korban pemilik rumah yang disatroni dan Man ikut ke kantor. Manlah yang membawa motor pelaku.

Nah saat kami akan pergi makan siang sebagai pengganti ngga jadi ke Pandaan, terkejut melihat kenyataan sepeda motor Man masih berada di pos jaga dekat rumah. Artinya, ia masih berada di kantor polisi. Padahal sudah pukul 13.00, atau tujuh jam telah berlalu.

Aku telepon Pak No, satpam kami yang tadi menemani reserse membawa pelaku ke kantor polisi. "Masih di sini Pak, sedang diproses verbal," ujarnya dengan suara perlahan. Sayup-sayup terdengar suara petugas membentak pelaku.

Ya sudah... kami makan dulu, dengan tujuan American Grill di Tunjungan Plaza. Dasar hari libur dan jam maksi, antrean sudah terjadi sejak dua kilometer sebelum lokasi.

Walau sabar merambat, toh akhirnya kami putuskan tidak jadi kesana. Papan parkir menunjukkan tempat yang tersisa hanya 147 buah. Tempat segini diakses dari tiga lajur, kans mendapatkan parkir relatif kecil.

Dari steak kami berganti pilihan Ayam Putri Madura di RM Bebek Harissa. Sensasinya okay banget, seolah menjadi penawar kesibukan sejak subuh. Kami pulang dengan kenyang.

Ternyata, sesampai di rumah kawan-kawan saya belum pulang juga. Menyesal tadi tidak mampir ke kantor polisi. Saya perlu memberi support kepada mereka karena saya Ketua RT.  Saya putuskan mengaso sebentar, lalu berangkat ke kantor polisi.

Eh musibah terjadi. Entah apa penyebabnya, pintu mobil terkunci dari dalam sementara mesin masih hidup. Panik juga, karena tak punya kunci serep.

Upaya paksa membuka dilakukan menggunakan penggaris yang diselipkan di kaca. Hasilnya nihil. Cari tukang kunci, ternyata satu pulang kampung, satu sedang dipanggil orang, satunya lagi masih dicari. Padahal mesin makin panas dipanjar diam hampir satu jam.

Ketika mencoba cari bantuan ke tetangga, alhamdulillah bertemu Man yang baru pulang dari pemeriksaan. Sementara melupakan mobil yang terkunci, aku asyik mendengarkan cerita Man. Apalagi Devi, yang rumahnya dibobol, ikut berbagi cerita.

Untung ada kesempatan memotong pembicaraan untuk minta tolong bab mobil terkunci. Kebetulan Devi punya pengalaman dengan Avanzanya yang beberapa kali harus ia akali akibat kasus serupa.

Singkat kisah, Devi kutak Katik beberapa saat... dan sayangnya tidak berhasil. Ia meyakinkan, sistemnya berbeda dengan Avanza. Dalam keadaan ini, tukang kunci yang tadi sedang dicari, menelepon.

"Mobilnya apa Pak?" Toyota Innova. "Tahun berapa Pak?" 2009. "Ongkosnya 200, Bapak Setuju?" Okay...segera ya, ini sudah dua jaman mesin hidup...

Benar juga, si tukang segera tiba. Melihat bekas kita membuka pakai penggaris, dia langsung bilang, type yang ini ngga bisa pakai penggaris.

Lalu ia mengambil obeng dan pengganjal. Ada kain kaos. Ada kawat panjang. Maaf saya ngga bisa kisahkan caranya sebab itu know how si tukang. Tapi benar, ngga sampai lima menit pekerjaan usai. Pintu terbuka.

Hahaha... Aku tertawa sambil kasih jempol. "Aku bayar Bapak bukan karena bisa membuka, tapi bayar untuk CARA membukanya," ucapku ikhlas. Dia tertawa juga.

Ketika mau menyerahkan uang, si McGaver hanya mengambil separonya, yang seratus ribu dikembalikan. Rupanya, dia juga menghargai pujianku yang benar-benar tulus. Apalagi beberapa kali aku tekankan aku bayar untuk ilmunya...

Well... selesaikah hariku? Malam hari masih kedatangan tamu yang awalnya meminta tolong melakukan editing bukunya. Aku telanjur menerima permintaan itu, namun ternyata buku itu tak sekadar membutuhkan editing. Perlu lebih dari itu... rewriting!

Dua pekerjaan yang berbeda, dan rewriting itu lebih sulit. Ibaratnya menjahit, lebih mudah menjahit celana daripada memermaknya.

Ketika aku hendak makan malam, aku sempatkan menulis hari-panjangku ini. Seharusnya, aku melihat hijau sawah di belakang rumah dengan kicauan burung. Dengan hawa sejuk Pandaan, terhindar dari pengabnya Surabaya.

Menyesalkah aku? Tidak! Karena aku percaya, Allah melarangku ke luar kota. Biarlah hari-hari panjangku dengan berbagai permasalahan di sini saja. Mungkin kesialan di sana lebih parah lagi. Untuk itu aku bersyukur, dan berdoa untuk kebaikan di hari-hari mendatang. Subhanallah. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar