|
Ketika kenangan diperlukan untuk sebuah buku |
Penasaran Villa di
Bukit Kwanyar
Mereka yang sudah membaca Gadis Tiyingtali, memberi berbagai komentar --baik komentar pendek
maupun panjang. Umumnya komentar-komentar ini ditulis secara spontan, polos apa adanya,
dan tidak jarang dilanjutkan pembicaraan melalui sambungan telepon.
Beberapa pembaca justru penasaran dengan villa milik Novie yang berada di bukit
Kwanyar. Villa mungil dengan halaman luas itu menghadap Jembatan Suramadu di Selat Madura. Dari tempat itu Novie bisa menyaksikan matahari tenggelam, atau menikmati munculnya bulan purnama. Suatu hunian yang sungguh menjadi idaman orang kota. Tapi, apakah villa ini benar-benar ada? Atau hanyalah khayalan si penulis? Begitu
nyata penggambarannya sehingga mendatangkan penasaran bagi mereka untuk datang melihatnya.
Pemuatan
komentar-komentar ini merupakan rasa hormat saya bagi semua kawan yang telah memberi apresiasi
atas novel Gadis Tiyingtali.
Hana Budiono,
Jakarta:
Mas Yuleng, matur
nuwun kiriman novelnya. Sudah selesai saya baca. It's
compelling. Saya tidak pakai jeda membacanya. Mungkin karena saya orang Surabaya, dan juga senang lukisan, saya jadi larut dalam kisahnya. Sempat mewek juga ... Congrats. (*)
Fita Candrasari,
Surabaya:
Membaca sinopsisnya, merasa menjadi Novie... Kalau baca novelnya, merasa menjadi Oom Yuleng kali ya... Kok bisa menulis detail begitu, dengan bahasa yang cantikkkk sekali.... Makasih Oom Yuleng... (*)
Enong Ismail,
Tampaksiring, Bali:
Cantik dan runtut... sampai terbawa seolah menjadi pelakonnya...
Two thumbs Mas Yuleng... (*)
Lukman Hakim,
Jakarta:
Sesuatu mengenai Bali, sesuatu yang eksotis...
Selamat atas peluncuran bukunya..., sukses selalu. (*)
Peter Tan,
Bogor:
Wah... rupanya Pak Yuleng selain reporter, juga sastrawan besar... Penggalan cerita menarik. Kultur kebudayaan Bali yang kuat dengan kasta-kastanya, ditarik ke kesetaraan dalam kehidupan manusia. Proficiat Pak Yuleng... (*)
Ratna Chandrawroedy,
Lumajang:
Waaaah hebaat... Menarik bangeeeet! Selamat Cak Yuleng. (*)
Novie Rurianingsih Hermansyah, Semarang:
Wah... sepenggal kata-kata yang bikin penasaran nih Aki. Setting Bali terasa begitu eksotis.
(*)
Noviani Budiarto,
Pandaan:
Wah... kalau soundtrack-nya pakai lagunya Mas Memed yang LCLR "Potret
Sebuah Negeri", bisa menyatu Mas... "Terkulum senyum kelembutan gadis-gadis negeri Alam Hening...," ini cuplikan liriknya, yang waktu itu terinspirasi oleh gadis-gadis Bali. (*)
Inge Indrajani,
Bandung:
Good
morning... Usul..., lain kali novelnya pakai e-book aja...
biar nggak repot bawanya, juga nyimpennya. Kalau buku, ribet...
Successs!!!
(*)
Tutty Arief,
Surabaya:
Mas Yuleng... aku wes
mari moco Gadis Tiyingtali. Yaolllloooo... sampeyan tak acungi jempol sing aku duwe Mas. Uapiik, excellent,
motoku sampek rembes sewengi gak turu, moco
iku thok... (*)
Nana Lovinna,
Jakarta:
Hehehe... Pokoknya novel panjenengan
Top Markotop. Ya iyalaah, terharu pasti...
hehehe ...
Mas Yuleng
Ben
Tallar,
lumayan saya dapat tambahan wawasan...
mantab
banget, matur nuwun mas bro. (*)
Sila Basuki,
Surabaya:
Indah nian Cak... apik
nek dilayarlebarkan ... (*)
Agung Benk,
Jakarta:
Wouw... and... Wuah... Begitu pegang bukunya, rasanya itu buku nggak mau lepas dari genggaman... Baru baca selembar aja sudah sangat menarik dan penasaran... Hehehe...
Begitu terhanyut dan
mengasyiekan membacanya... Bravo..!!! (*)
Tuti Raka,
Jakarta:
Wah... hebat Cak... Selamat ya, Aku baru tahu kalau Anda jadi penulis hebat.... (*)
Rakiah Said,
Watampone, Sulsel:
Ingin juga membaca novelnya, jadi penasaran apa isinya, meski faham dikit-dikit bahasa Jawa... (*)
Anin
Saleh, Cibubur:
Tentang yang menangis itu...
saya bener-bener sesenggukan Pak Yuleng..., betul-betul spontan menangis. Jujur yaa Pak..., selama membaca buku tersebut saya memang mencari-cari mana sih bagian yang Pak Yuleng pernah bilang bikin menangis
kok nggak juga saya menemukan... Tapi pas masuk di dua bab terakhir, lha kok saya langsung spontan menangis sesenggukan...
Anyway... saya juga jadi dapat tambahan ibrah
tentang Dunia Seni Lukis, yang saya awam banget sebelumnya...
Pokoknya Gadis Tiyingtali sudah membuka wawasan baru bagi saya dan putra saya tentang dunia lukis. Disitu Pak Yuleng bisa membagi kepada pembaca, mengalir begitu saja tanpa kami
merasa dikasih tahu... Jangan bosan berbagi ilmu dan pengalaman hidup yang bermanfaat ya Pak, melalui karya-karya tulisnya, yang tentu saja tetap disampaikan dengan gaya yang aktual sehingga kami pun mudah mencernanya.
Saya sempat bicarakan ini sama anak perjaka saya, saya bilang kalau Bu Yuleng seorang pelukis... Spontan anak lanang
saya bilang, "Wah... asyik dong Bu...
jadi inspiring sekaligus referensi ya Bu..." Ha... ha... ha... betul juga ya... ini yang namanya "simbiosis mutualisme" ya Pak... Hebattt...!
Ok Pak Yuleng...
saya tetep tunggu karya-karya berikutnya... Saya yakin akan selalu "ASYIK" membaca buku-buku njenengan. Sukses selalu untuk Pak Yuleng. (*)
Maria Andriani,
Bekasi:
Masih aku baca, ngebut, penasaran, juga karena aku suka lukisan
dan misteri. Salut
atas setting Surabaya-Madura, dan tokoh lokal yang indah. Punya villa
beneran di Kwanyar atau fiksi? Ending-nya bagus, sayang mudah ketebak karena sub judul terakhir itu. Meskipun
demikian tetap mengikat
pembaca. Nanti kukirim resensinya kalau sudah termuat ya.
Mesti bikin beberapa kali diskusi lho. Kalau perlu ke Jakarta,
dan saranku masukkan ke
agenda Ubud Festival! (*)
Diana Muhayanti,
Malang:
Novelnya sudah tamat saya baca. Bagus Mas Yuleng... Ada rasa penasaran dan haru. Saya jadi pengen tahu, di mana letak resort Novie... he... he... (*)
Achmad Supardi,
Kota Jababeka:
Ingin menuntaskan kisah Gadis Tiyingtali gubahan senior di Surabaya
Post dulu, Pak
Yuleng Ben Tallar, yang sudah memikatku sejak lembar pertama. O
ya, villa yang di Kwanyar itu beneran ada nggak sih? Sebelah mana? Mau dong punya satu. (*)
Hana Budiono,
Jakarta:
Hayo lhoo... sing wong
meduro dewe penasaran...,
yo golek ono Cak... Ancer-ancer
wes jelas gitu. (*)
Achmad Supardi,
Kota Jakabeka:
Kapan-kapan
nek aku mulih tak ampiri, tak
delok-ane, ono tenan ta ora Ning
Novie iku :)